Condet, nama suatu daerah yang masuk dalam wilayah kecamatan Kramat Jati. Condet terdiri dari 3 kelurahan: Balekambang, Batu Ampar dan Kampung Tengah. Kerimbunan pohon duku dan salak, rambutan dan menteng, mangga dan bacang, melinjo dan duren mewarnai lahan yang ada di daerah Condet.
Awal tahun 80-an kebun-kebun masih penuh dengan kerindangan pepohonan yang menutupi tanah Condet. Duku adalah salah satu buah yang menjadi maskot Condet di samping salak. Pesaing duku Condet adalah duku Palembang. Duku Condet punya rasa lebih manis dibandingkan duku Palembang. Tak heran bila banyak orang menyukai duku Condet.
Para pemilik pohon duku begitu memanen langsung dijajakan di tepi Jalan Raya Condet. Warnanya yang kuning terang menggoda setiap pengendara yang lalu lalang untuk mampir dan membeli duku sebagai oleh-oleh untuk keluarga di rumah.
Di setiap kebun duku terseling tanaman salak yang tumbuh subur tak beraturan. Salak Condet berasa manis dengan sedikit nuansa asam. Daging buah yang agak besar memberi cita tersendiri dibandingkan salak Pondoh ataupun salak Bali. Buah yang sudah tua biasanya akan menjadi lebih masir. Masir itu suatu keadaan ketika daging buah salak lebih lengket pada bijinya. Pada kondisi ini salak terasa lebih manis.
Sebagaimana duku, salakpun langsung dijual di pinggir jalan. Terkadang lengkap dengan tandannya. Pembeli bisa memilih dengan leluasa.
Sebenarnya Condet telah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin sejak tahun 1976 dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Nomor D.IV-115/E/3/1974. Sementara untuk melindungi buah-buahan duku dan salak yang khas Condet dikeluarkan Keputusan Nomor D.1-70903/a/30/1975. Penetapan Condet sebagai cagar budaya bertujuan untuk:
a. mempertahankan dan memulihkan keaslian lingkungan dan bangunan yang mengandung nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan
b. melindungi dan memelihara lingkungan dan bangunan cagar budaya dan kemusnahan baik karena tindakan manusia maupun proses alam
c. mewujudkan lingkungan dan bangunan cagar budaya sebagai kekayaan budaya untuk dikelola, dikembangkan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebesar-besarnya untuk kepentingan pembangunan dan citra positif kota Jakarta , sebagai Ibukota Negara, Kota Jasa dan tujuan wisata
Akan tetapi lemahnya pengawasan dan kebutuhan akan lahan untuk tempat tinggal menyebabkan semua tujuan tersebut tidak lagi terpenuhi. Orang-orang dari luar Condet, para perantau dari tanah Jawa, Sumatera serta daerah lain datang ke Condet untuk membeli dan mendirikan bangunan di Condet. Orang Betawi Condet makin hari makin banyak yang pindah ke daerah lebih selatan lagi terutama ke Depok ataupun Bogor.
Saat ini bangunan rumah dan ruko di Condet makin pesat. Kebun duku dan salak jadi korban. Tinggal sedikit pohon duku dan tanaman salak yang tersisa. Merekapun menanti waktu, dibabat habis untuk lahan rumah. Tidak lagi ada pedagang duku dan salak Condet di sepanjang Jalan Raya Condet.
Wajah Condet yang dulu asri rindang dipenuhi tanaman buah, kini makin panas. Jalan Raya Condet mulai dipenuhi kios handphone, bengkel sepeda motor, ruko, serta dua SPBU. Tidak lagi terasa suasana Condet tempo dulu. Kemacetan lalu lintas dan genangan air saat hujan karena saluran air yang mampet turut memberi warna. Seperti apakah kelak wajah Condet 10 tahun atau 20 tahun yang akan datang? Akankah ada kesadaran untuk menata Condet agar lebih indah lagi?
by;condet raya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar