Kamis, 30 September 2010

senyum untuk mawar yang layu

Aku memandang gadis itu dari jendela kamarnya. Hari ini dia menggunakan piama biru muda dengan corak bunga - bunga putih di celana dan baju tidurnya. Rambut panjangnya yang hitam tergerai di bahu. Dia tertidur lelap. Matanya terpejam dan kepalanya terbaring di atas bantal empuk berseprai coklat. Tangannya yang putih kurus masih memegang novel tebal. Dia pasti tertidur saat membaca. Sayang sekali aku datang terlambat. Kalau dia masih bangun, dia pasti tersenyum manis padaku.

Pintu kamarnya terbuka dan seorang wanita masuk. Aku buru - buru menunduk dan bersembunyi di balik pot bunga yang dirawat dengan telaten oleh gadis itu setiap pagi. Wanita itu tidak suka kalau aku datang. Karena itu aku cuma bisa mengintip diam - diam seperti ini. Kulihat wanita itu mengambil novel dari tangan gadis itu dan menaruhnya di atas meja. Dia mengambil selimut dan menyelimuti tubuh mungil gadis itu. Sebelum keluar kamar, dia mematikan lampu dan menarik tirai, menghalangi pandanganku. Terdengar debum pintu tertutup, seakan sebuah penanda kalau inilah saatnya aku mengakhiri petualanganku di luar jendela gadis itu. Aku menghembuskan napas sedih dan melangkah pergi.

***

Gadis itu seperti peri. Tubuhnya kecil dan ramping. Suaranya lembut dan menyejukkan. Dulu dia sering berjalan - jalan ke taman di depan rumahnya. Di sanalah kami berkenalan. dia melihatku yang sedang terduduk kelaparan, dan memberikan bekalnya padaku. Saat semua orang melewatiku dengan jijik, dia menghampiriku, dan dengan senyum lembut berkata ramah, ” kamu mau? ”

Pertemuan pertama yang tak mungkin kulupakan. Setelah itu, setiap kali dia pergi ke taman, aku selalu menunggunya di sana. Teman - temanku bilang aku gila jatuh cinta pada gadis itu. Tapi aku tidak peduli.

Cinta memang gila…

Cinta memang buta…

***

Seorang pria berpakaian putih menunduk di atasnya, menempelkan sesuatu ke dada gadis itu. Pria itu lalu menulis di kertas dan berbicara serius dengan wanita yang selalu memelototiku kalau aku datang. Wanita itu menyimak kata - kata pria berpakaian putih itu dengan seksama. Dia bahkan tidak menyadari kalau aku menempelkan wajahku di kaca jendela. Gadis itu juga tidak tersenyum lagi. Matanya terpejam. Mungkin dia tidur. Tapi bukankah ini terlalu siang untuk tidur? Matahari bahkan belum tenggelam. Aku mendesah sedih. Gadis itu semakin pucat dari hari ke hari dan tubuhnya juga semakin kurus. Dia juga tidak pernah lagi ke taman, padahal aku menunggunya setiap hari di sana. marahkah dia padaku? Kenapa dia tidak tersenyum hari ini?

Seandainya aku bisa masuk dan berbaring di sebelahnya. Sekedar ingin memberitahunya kalau aku mencemaskannya. Sekedar ingin dia tahu aku menunggunya dengan setia.

Sekedar ingin dia tahu aku mencintainya…

***

Hari ini kamar gadis itu dipenuhi banyak orang. Semuanya orang - orang yang sebaya dengannya dan memakai pakaian yang sama satu sama lainnya. Mereka membawakannya bunga dan buah - buahan dalam keranjang - keranjang berpita. Mereka menemaninya berjam - jam, mengobrol dan tertawa bersama. Sesaat gadis itu terlihat bersemangat, penuh dengan kehidupan, seperti yang kulihat pertama kali di taman. Apalagi saat seorang cowok mendekati tempat tidurnya dan mengatakan sesuatu dengan wajah memerah. Wajah gadis itu juga memerah dan dia tersenyum malu - malu. Orang -orang tadi ikut tertawa dan menyoraki mereka berdua. Entah kenapa melihat mereka bersama membuatku kesal. Aku melengos pergi, dengan sengaja menyenggol salah satu pot bunga gadis itu dengan berang. Aku tidak suka dia tersenyum pada cowok itu. Aku tidak suka dia tertawa karena cowok itu.

Aku tidak suka cowok itu.

***

” Kenapa lagi lo? ”

Aku menoleh dan melihat Sa temanku datang mendekat. Walaupun tubuhnya besar, Sa bisa mendekat tanpa suara. Kadang - kadang dia suka mengagetkanku dari belakang.

” Nggak papa. Cuma bete. ”

” Lo tadi ke rumah itu lagi? ”

Aku tidak menjawab, hanya memalingkan muka. Pemandangan tadi siang saat gadis itu tersenyum pada cowok lain membuatku panas.

” Lo harusnya sadar! Lo nggak pantes buat dia! Kalo mimpi jangan muluk - muluk Bro! ”

” Apa sih masalah lo? ” balasku panas.

” Masalah gue, gue nggak mau liat lo marah - marah di sini. Ganggu ketenangan tau! ”

” Gimana gue nggak ngamuk? Dia senyum ke cowok lain! ”

” Lo nggak suka? ”

” Nggak lah! ”

Sa tertawa, ” Lo cemburu ya? Ada - ada aja lo! ”

” Apanya yang lucu? ” Aku menatapnya sinis.

” Denger ya Amatir! Kalau lo nggak mau dia senyum ke cowok lain, lo harus bikin dia tersenyum cuma buat lo! ”

” Gimana caranya? Gue tunggu di taman tapi dia nggak dateng - dateng. Gue kan nggak boleh masuk ke rumahnya. Ngintip kamarnya aja sembunyi - sembunyi. ”

Sa kelihatan berpikir keras, ” Lo kasih aja dia sesuatu. Semacam hadiah. Dia pasti senang!”

Aku tercenung mendengar ide Sa. Iya juga ya! Orang - orang tadi mungkin boleh masuk karena mereka membawa hadiah. Jadi kalau aku juga membawa hadiah, mungkin…

” Hadiah apa ya? ”

” Cewek kayak dia bakal seneng kalau di kasih bunga, ” Sa mengangguk dengan gaya meyakinkan, ” beliin aja bunga. Dia pasti cuma akan tersenyum buat lo. ”

“Hebat lo Sa! ”

” Ya iyalah! Gue gitu loh! ”

” Hei kalian! DIAM!!! ” Sepasang sandal jepit melayang ke arah kami. Jendela rumah di samping kami terbuka dan seorang wanita berkacak pinggang berang, ” Dasar berisik! Sekarang jam 3 pagi tau!!! ”

***

Sebuah buket bunga yang ditata di atas keranjang berpita menjadi incaranku. Buket itu lebih besar daripada buket di kamar gadis itu. Dia pasti senang menerimanya. Tapi sekarang masalahnya, bagaimana aku mengambil buket itu? Aku jelas tidak mampu membelinya. Buat makan aja susah! Apalagi buat membeli buket bunga sebesar itu. Tidak ada cara lain selain mengambilnya saat wanita gemuk penjaga kios bunga itu lengah. Aku menanti dengan sabar, dalam jam - jam penantian yang panjang, panas, dan bau (sudahkah aku bilang kalau aku menunggu di belakang tempat sampah di seberang kios?).

Kesempatanku datang saat sebuah mobil hitam berhenti di depan kios itu. Dari dalamnya keluar pria berstelan jas hitam. Dia berbicara dengan wanita penjaga kios dan mereka memilih - milih bunga, membelakangi tempatku. Kesempatan bagus! aku melompat dan berlari, menyambar buket incaranku, dan berlari ke gang - gang sempit. Di belakangku aku mendengar wanita itu menjerit.

Aku berbelok dengan lincah. Aku sudah hafal jalan sekitar sini. Tapi langkahku dicegat oleh sejumlah pria berwajah geram. Mereka penjaga kios lain yang mendengar jeritan wanita tadi. Aku mencium bau amis dari penjaga kios ikan dan melihat serpihan sayur terselip di lipatan celana penjaga kios sayur. Mereka semua menyudutkanku. Aku cuma bisa pasrah saat saat mereka menarik buketku dengan paksa. Beberapa penjaga kios yang dagangannya sering menjadi incaranku sekarang ikut balas dendam, menendang dan memukuliku sampai aku hanya bisa meringkuk kesakitan di pojok gang, dan pingsan…

***

” Bro! Lo nggak papa kan? ”

Aku membuka mata. langit sudah gelap, dan kepalaku terasa berputar dalam rasa sakit yang amat sangat.

” Sa? ”

” Ya, ini gue, ” Sa menatapku dengan cemas, ” dari tadi siang gue nyariin lo kemana - mana! Taunya lo malah tidur di sini! ”

” Gue nggak tidur! Gue pingsan! ” sungutku. Tubuhku langsung lemas mengingat buket yang sekarang raib entah kemana itu. Kalau sudah semalam ini, kios bunga tadi pasti sudah tutup.

Sa menunduk dan mengambil sesuatu yang tertindih tubuhku. Dia terlihat gembira saat meletakkannya di depanku.

” Masih ada bunga nih! Cuma satu sih tapi lumayanlah. ”

Aku langsung segar mendengar kata - kata Sa. Bunga itu memang sudah nyaris layu, tapi kuntum - kuntumnya yang berwarna merah masih terlihat indah. Aku menyambar bunga itu dengan bersemangat, tidak memperdulikan rasa sakit di seluruh tubuhku.

” Thanks Sa! You are the best! ”

” Oii!!! Tunggu_”

Sa meneriakkan sesuatu, tapi aku sudah berlalu, berlari ke rumah dimana gadisku menunggu.

***

Tidak seperti biasa, rumah mewah itu sekarang dipenuhi orang. Rangkaian besar bunga terpajang dimana - mana. Mobil - mobil mewah terpajang di depan rumah. Orang - orang berbaju hitam keluar dan masuk. Merasakan firasat tidak enak, aku berlari ke posku yang biasa, jendela kamar gadis itu. Beruntung tirainya belum ditutup. Aku langsung mengintip ke dalam.

Kamar itu masih seperti biasa. Tapi gadis itu tidak ada di kamarnya. Kemana dia? Aku tercengang. Sudah berhari - hari gadis itu tidak meninggalkan kamar. Kenapa sekarang dia menghilang begitu saja?

Aku kembali ke pintu depan. Deretan orang - orang berbaju hitam memblokade jalan masuk. Mereka semua berbicara dalam bisikan rendah, dan tidak sedikit dari mereka yang menitikkan air mata. Sejenak aku ragu, tapi berbekal sekuntum bunga yang menjadi tiket masukku, aku berhasil menyelinap dan masuk ke dalam.

Ini pertama kalinya aku masuk ke rumah gadis itu. Rumahnya sangat besar dan dipenuhi orang - orang. Tapi aku tidak melihat gadis itu dimanapun. Menembus lautan orang, aku masuk lebih dalam. Kali ini ke sebuah ruangan yang lebih besar. Dan di sanalah gadisku berada.

Dia tertidur. Kali ini gaunnya putih. Bunga yang sama dengan yang kubawa, hanya berbeda warna, menghiasi rambutnya yang panjang. Wajahnya tenang dan bibirnya tersenyum lembut. Dia sekarang bukan lagi peri. Dia seorang dewi. Dewi yang tertidur dengan tenang.

Dan senyum itu…

Aku tidak mungkin melupakannya. Dengan hati - hati aku berjalan mendekat dan menaruh bunga layuku di atas dadanya. Dia tidak bergerak, tapi senyum lembut yang sama masih menghias bibirnya.

Sa benar, aku menyadari dengan bahagia.

Bunga ini membuatnya tersenyum hanya untukku.

Senyumnya hanya untukku…

***

” Mama..Mama..”

” Apa sayang? “

” Lihat deh Ma! Kucing itu bawa bunga! “

” Hush! Jangan tunjuk - tunjuk! ” sang ibu menegur saat anak perempuan dalam gendongannya menunjuk peti mati itu.

” Beneran Ma! Kucingnya bawa bunga buat kakak itu! “

Sang ibu yang sedang menundukkan kepala, memanjatkan penghormatan terakhir, akhirnya mendongak dan tercengang.

Kucing yang selalu menunggu di depan jendela putri majikannya sekarang berdiri di sebelah tubuh gadis itu. Kucing itu kotor dan tubuhnya penuh luka, tapi tatapan mata hijaunya sangat damai.

Dia meletakkan sekuntum bunga mawar merah layu di atas dada gadis itu….


by;destantia

by;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar