Kamis, 30 September 2010

maya daya

Sebuah kamar berbaris rapi di antara kamar lainnya. Kamar berukuran kecil ini berisi dua buah ranjang yang berukuran kecil pula di kedua sisinya. Semua yang ada di dalamnya berwarna putih bersih. Mulai dari dinding, lantai, seprai, selimut, bantal. Kecuali meja kayu kecil dengan kursinya yang ditempatkan tepat di samping masing-masing ranjang. Tak ada lemari pakaian atau cermin apalagi meja rias. Karena penghuni di dalamnya tak perlu merias wajah. Pakaian yang dipakai tiap hari pun akan diantarkan setiap paginya oleh seorang wanita berpakaian serba putih dan berwajah bosan. Sang penghuni tak bisa memilih pakaian apa yang ingin dia kenakan. Pakaian mereka akan selalu sama setiap hari. Seprai dan sarung bantalnya akan diganti setiap dua hari sekali dengan ganti yang sama persis.
Kamar yang satu ini berbeda dari yang lainnya. Bukan karena isinya yang istimewa, isinya sama saja, tetapi penghuni kamarnya yang istimewa. Dikatakan istimewa karena penghuni yang satu ini mendapatkan pelayanan yang berbeda. Dua buah pil berwarna merah dan biru ditelannya tiga kali sehari. Setiap pukul 7 pagi, 1 siang, dan 7 malam. Sedangkan penghuni kamar lain hanya menelannya dua kali saja. Para wanita berpakaian serba putih akan mencari peliharaannya masing-masing dan meminta mereka menelan pil tersebut, sedikit memaksa kalau perlu. Sehabis makan pagi dan sebelum tidur. Khusus si penghuni istimewa, tambahan setelah makan siang.
Maya membuka matanya perlahan. Dia tersadar dari alam mimpinya kembali ke kehidupan nyatanya. Sebuah ruangan kecil berwarna serba putih. Dia bangun dan duduk disisi ranjangnya. Masih mengantuk dan pandangannya masih kabur. Ketika matanya sudah bisa melihat dengan jelas. Duduk seorang wanita cantik tepat di hadapannya. Si wanita cantik memandangi dirinya di ranjang satunya lagi. Teman sekamarnya. Teman sama gilanya. Daya.
Daya, wanita yang sama mudanya dengan Maya ini jelas terlihat sangat cantik dengan tubuhnya yang langsing dan kulitnya yang putih mulus. Kecuali potongan rambutnya yang pendek dan sorot matanya yang tajam yang menonjolkan kemaskulinannya. Berbeda sekali dengan Maya. Tubuhnya kurus, matanya sayu, wajahnya yang tidak cantik, kulitnya putih namun tak semulus Daya. Rambut panjang sebahunya yang membuat perbedaan antara Maya dan Daya sangat kentara. Namun satu yang pasti yang membuat mereka berdua sama, sama-sama tidak waras.
Daya, entah pengaruh gilanya atau memang memuja teman sekamarnya ini. Dia selalu melihat Maya seperti sedang memandangi sebuah berlian dengan keindahan kilaunya. Padahal sudah tujuh tahun mereka tinggal sekamar. Daya memang sangat mencintai Maya.
Suatu ketika saat makan siang. Seorang wanita gila yang sudah biasa membuat onar, tiba-tiba mendorong Maya sampai terjatuh. Menumpahkan makanan Maya tepat di mukanya. Maya menangis. Namun Daya tak akan membiarkan wanita sinting pembuat onar ini membuat Maya menangis. Daya balas mendorongnya sampai si wanita jatuh terlentang. Daya menjambak rambutnya, menggusurnya, membanting kepala si wanita ke tembok, mencekiknya tanpa ampun. Daya hanya bisa dihentikan oleh tiga orang perawat gemuk-gemuk yang berusaha susah payah untuk memisahkan Daya dari si wanita pembuat onar.
Namun itu kejadian dua tahun pertama mereka di rumah sakit jiwa ini. Setelah kejadian itu Daya lebih menahan emosinya. Dia tahu tindakannya itu malah memberatkan Maya karena membuat Maya dijauhi oleh pasien-pasien yang lain. Tingkah seperti itu pula yang akan membuatnya dikurung lebih lama di tempat sialan ini.
Sudah tujuh tahun lamanya mereka bersama dan lima tahun Daya telah berhasil memperbaiki kelakuannya. Namun orang-orang waras belum menganggap mereka cukup layak untuk dibebaskan dari rumah hunian orang-orang sinting ini.

by;gautama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar