Hari ini adalah kesekian kalinya, Mas Bagas pulang terlambat. Entah kenapa akhir-akhir ini dia selalu pulang di atas pukul sebelas malam, aku tak pernah berani bertanya. Itu semua karena aku menjaga perasaan Mas Bagas, yang selalu naik darah bila kutanya. Namun malam ini sepertinya hatiku sudah tak mampu lagi bertahan untuk diam.
Kubaringkan tubuhku di kursi sofa ruang tamuku, menunggu kedatangan Mas Bagas. Satu jam, dua jam aku tunggu, Mas Bagas belum datang juga. Sampai akhirnya aku ketiduran.
Aku terbangun saat mendengar pintu rumahku terbuka. Kulihat Mas Bagas kembali mengunci pintu.
“Baru pulang, Mas,” sapaku. Mas Bagas hanya diam langsung masuk ke kamar. Aku pun menyusulnya. Kuambil tasnya dari tangannya lalu aku bertanya.
“Akhir-akhir ini, Mas sering lembur ya?” tanyaku lembut. Mas Bagas diam lalu masuk ke kamar mandi. Aku duduk di kasur menunggunya. Tak seberapa lama dia keluar dan langsung meringkuk di tempat tidur yang sudah kami tempati bersama selama lima tahun.
“Mas…,” kusentuh ujung bahunya yang membelakangiku.
“Sudah tidur aja, nggak usah banyak tanya!” katanya. Aku pun kembali terdiam.
***
Keesokkan harinya, seperti biasa aku siapkan sarapan untuk suamiku yang sangat aku cintai,
“Sarapan dulu, Mas,” kataku.
“Makan aja sendiri, aku buru-buru,” katanya lalu keluar dari rumah.
Kutarik nafasku perih, untuk yang kesekian kalinya. Sarapan yang kubuat, tak pernah disentuhnya lagi.
Sebenarnya ada apa ini? Kenapa mas Bagas bisa berubah sedemikian drastis??? Apakah dia selingkuh?!? Tanpa kusadari, airmata telah berjatuhan membasahi pipiku. Tak terbayangkan pernikahan yang sudah aku jalani selama lima tahun akan kandas. Apa semua ini karena aku tak bisa memberi keturunan??? Seribu pertanyaan memenuhi otakku, seribu kekecewaan kutelan mentah-mentah tanpa tahu kenapa aku menelannya. Kuhela nafasku berat, menyesakkan, lalu aku pun berdoa…
Tuhan, berikanlah hambaMu ini kesabaran untuk menghadapi ujian ini… kembalikan Mas Bagas, bila memang dia telah meninggalkanku…
***
Malam ini, Mas Bagas kembali pulang terlambat. Namun kali ini dia langsung menghampiri aku, menangis dan bersimpuh di kakiku. Ada apa ini??? Kulihat tubuh Mas Bagas bergoncang sesenggukkan, suara tangisnya terdengar menusuk telinga dan hatiku. Tak pernah aku lihat Mas Bagas seperti ini, begitu lemah…
Aku memeluknya erat, sambil mengelus rambutnya.
“Ada apa, Mas?” tanyaku.
“Aku merasa gagal menjadi suami kamu, Lis. Maafkan aku,” katanya lirih.
Apakah benar Mas Bagas selingkuh?!? Hatiku kacau balau tak keruan, perasaanku bersiap untuk menghadapi kehancuran akan pengakuannya.
“Aku….,” masih kutunggu Mas Bagas melanjutkan kalimatnya, “aku mandul, Lis. Aku nggak akan pernah bisa memberimu anak.” DEG!!! Aku terkejut mendengarnya.
“Selama ini aku pulang malam, aku hanya ingin membuatmu kecewa supaya kamu meninggalkan aku. Tapi kenapa kamu begitu sabar menghadapi aku, Lis?!? Seharusnya kamu tinggalkan saja aku?!? Agar aku nggak merasa bersalah seperti ini!!!”
Kuusap airmata yang membasahi pipi Mas Bagas dengan lembut.
“Jangan pernah meminta aku meninggalkan kamu, Mas. Apapun alasan kamu, kamu tetap suamiku, dan aku akan selalu mencintai kamu, dengan apapun keadaan dirimu,” ucapku lembut penuh kasih. Mas Bagas memelukku erat.
Terimakasih Tuhan, Kau telah mengembalikan Mas Bagas, meskipun dalam keadaan yang tak sempurna.
by;onik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar