Senin, 06 September 2010

kenapa

Kau begitu sempurna, di mataku kau begitu indah …….

Tampak di layar read new massage ? Ku tekan tombol yes.

Alhamdulillah Kalbu, Sri sudah menikah seminggu yang lalu, doakan ya.

Aku tersenyum seiring mengucapkan puji syukur yang sangat mendalam. Setelah menjalani kisah-kisah roman yang begitu panjang namun ceritanya hampir seragam akhirnya sahabatku sejak SMA bertemu dengan jodohnya.

“Tolong sambungkan aku ke nomer 08123177554,” kuhubungi resepsionis kantor.

”OK Mbak,” jawabnya. ”Mbak, nyambung.”

”Thank’s. Hallo, assalamualikum,” ucapku riang.

”Waalaikum salam” suaranya serak.

”Kamu sakit ?”

”Kecapekan.”

”Ooooo. Eh, selamat ya Sri, mudah-mudahan pernikahanmu selalu rukun, bahagia, membawa berkah, cepat dianugerahi momongan yang sehat dan lucu,” doaku runtut.

”Terima kasih,” suaranya masih serak.

”Dapet orang mana? Ketemu di mana?” tanyaku antusias.

”Orang Padang, ketemu waktu aku diobati,” jelasnya.

”Diobati?” tanyaku bingung.

”Waktu aku dibikin orang itu lho, yang pernah aku critain ke kamu, suamiku ini ponakannya orang yang nyembuhin aku itu, ternyata memang benar aku memang dibikin sama Zainudin!” jelasnya penuh semangat.

Menyebut nama Zainudin aku ingat cerita Sri sekitar enam bulan yang lalu.

*

”Aku datangi istri Zainudin.”

”Kamu nekat menemuinya ?” tanyaku heran.

”Ya, aku disengiti istri dan adik-adiknya.”

Ya jelaslah, ucapku, namun hanya dalam hati.

”Aku ajak istrinya bicara dari hati ke hati sebagai sesama wanita.”

”Apa yang kalian bicarakan ?”

”Aku minta maaf padanya, aku akui aku salah sudah menjadi perempuan lain dalam hidup suaminya, aku minta hubunganku dan dia baik-baik saja setelah itu layaknya saudara.”

Bersaudara dengan wanita yang pernah merebut hati suami? Mana mungkin ???!! Umpatku, sekali lagi hanya dalam hati.

”Dia juga kunasehati agar tetap menghargai suaminya meskipun tidak punya penghasilan. Aku bilang ke dia dalam agama haram hukumnya seorang istri tidak menghormati suami!” jelasnya mulai mengebu-gebu.

” Aku juga bilang ke dia, jangan salahkan suami mencari perempuan lain kalau dia tidak bisa merubah sikap !” katanya sengit.

”Apakah dalam agama dihalalkan manjalin hubungan dengan perempuan lain dengan alasan istri tidak menghargai, apa tidak ada solusi lain yang lebih BERMORAL ?” Tiba-tiba emosiku naik ke kepala. Sri terdiam, mungkin dia kaget mendengar tanggapanku.

”Bukankah dalam agama memenuhi kebutuhan rumah tangga adalah tanggung jawab seorang suami ?” tambahku. ”Apa kamu tidak bisa mencari pendamping yang wajar-wajar saja, meskipun kondisi ekonominya lebih tinggi kamu tapi yang penting baik, punya pekerjaan, dan satu lagi BUKAN LAKI ORANG !” Sengaja kuberi intonasi yang kuat pada tiga kata itu.

”Gak tahu ya Kalbu, aku sendiri heran kenapa bisa jatuh cinta padanya, apa kelebihannya, padahal aku kan orang yang sulit jatuh cinta?” Suaranya mulai melemah.

”Sulit jatuh cinta ? Biasanya orang yang sulit jatuh cinta itu jangankan jatuh cinta dengan yang bermasalah dengan yang tidak bermasalah aja sulit !” sindirku. Aku masih ingat dengan kisah romannya sebelum dengan Zainudin.

*

Sri menjalin hubungan dengan duda beranak satu. Sebenarnya tidak masalah dengan statusnya. Tetapi personality yang sama sekali tidak masuk standart sebagai laki-laki yang nantinya menjadi kepala keluarga itu yang menjadi masalah.

”Kalau hanya sesekali aku yang bayar makan dan bensin sih nggak papa, tapi ini setiap hari, apalagi dia nggak mau makan di tempat yang murah selalu di tempat yang mahal,” keluhnya saat itu.

”Mungkin uangnya sudah habis untuk biaya hidup anaknya,” ujarku sok bijak. Meskipun aku sendiri merasa ada yang tidak beres.

”Tidak mungkin Kalbu, dia tidak bekerja, anaknya ikut ibunya.” Aku terkejut mendengar penjelasannya.

”Lantas apa yang membuatmu suka padanya ?” tanyaku heran karena dari cerita Sri tadi. Rasanya tidak ada yang istimewa dari laki-laki itu.

”Entahlah, aku sendiri heran kenapa bisa jatuh cinta padanya, aku belum pernah merasakan cinta seperti ini sebelumnya,” jelasnya mengharu biru. Kalau orang lain yang curhat seperti itu, pasti aku sudah tinggal jauh-jauh.

”Bagaimana ini Kalbu, apa yang harus aku lakukan ?”

”Kamu serius dengannya ?”

”Pasti, Kalbu !” jawabnya mantap.

”Dengan statusnya yang belum bekerja apa kamu siap menjadi tulang punggung keluarga?”

”Tentu saja tidak Kalbu, sebenarnya aku tidak menuntut banyak, yang penting dia punya pekerjaan, tak penting penghasilannya lebih rendah atau lebih tinggi dibanding aku”.

”Betul itu Sri, jangan sampai dia nanti hanya morotin hartamu saja !” tandasku.

”Tapi Kalbu, setiap kali aku suruh mencari pekerjaan ada saja alasannya. Padahal setiap kali kuhubungi kalau siang dia hanya tidur, dan malam clubbing, uangnya minta ke aku.”

”Hah !? Tinggalkan saja dia !” umpatku marah. Aku memang paling tidak suka dengan laki-laki model begini, memanfaatkan cinta perempuan.

”Ya sudah kalau begitu, teruskan saja berhubungan dengan dia, kamu kerja, kaki dibuat kepala, kepala dibuat kaki, dia hanya santai di rumah tinggal, menadahkan hasil dari kamu,” tanggapanku semakin sinis.

”Emang kamu sudah risih dengan desakan lingkungan yang menuntutmu segera menikah ya?” Tidak terdengar jawaban. Aku menanyakan hal tersebut karena Sri sering mengeluh padaku dengan statusnya yang masih sendiri.

”Kamu nggak sendiri Sri, punya banyak sahabat, saudara, kenapa resah?” hiburku saat itu. Setahuku Sri memang belum pernah menjalin hubungan istimewa dengan laki-laki.

”Siapa sih yang mau sama aku, tidak cantik, tidak pintar, tidak punya kelebihan apa-apa,” katanya penuh kerendahan diri.

”Tak usah merendahkan diri meninggikan mutu begitu lah, kamu kan pintar masak, tidak seperti aku, masak air aja gosong,” selorohku. Sri tertawa.

Dia memang bukan sosok wanita yang cantik dan cerdas, namun manis dan menyenangkan. Di saat teman-teman yang lain mulai merintis karir, dia masih pengangguran, jangankan bekerja lulus kuliah pun belum.

Hingga suatu waktu Sri menemukan dunianya yang merubah derajat hidupnya. Diawali bekerja dengan orang lain sebagai karyawan bagian produksi di perusahaan catering. Selain bekerja Sri juga mempelajari bagaimana memanage suatu perusahaan. Akhirnya dengan modal tabungannya dan keahlian memasak, Sri membuka usaha sendiri. Awalnya, konsumennya hanya sebatas tetangga dan keluarga dengan omzet tak lebih dari sejuta sebulan. Tapi sekarang minimal puluhan juta dia dapatkan per bulannya. Dengan harta yang berlimpah dia bisa melakukan apa saja. Dulu ke mana-mana naik angkutan umum, sekarang mobil keluaran terbaru siap mengantarkan ke mana-mana. Dulu tinggal di kampung sempit, sekarang Sri mampu membeli rumah di perumahan elit meskipun dengan cara kredit. Aku bahagia dan bangga dengan perubahan hidupnya. Sri pun tampaknya juga bahagia dengan perubahan hidupnya.

Perubahan hidup Sri tidak hanya menyangkut materi tetapi juga kehidupan romannya. Seiring dengan perubahan hidupnya para lelaki mulai mendekatinya. Antara lain Zainudin, seorang pengangguran dan suami orang serta seorang duda beranak satu pengangguran pula. Awalnya aku mengira memang sudah waktunya Sri didekati lawan jenis. Tetapi keluhan demi keluhan yang hampir seragam setiap kali dia menjalin hubungan dengan laki-laki yang disampaikan padaku, membuatku mulai menganalisa, apakah perubahan tingkat derajat hidup Sri jadi daya tarik bagi laki-laki untuk mendekatinya (yang materialistis tentu saja)? Dan jangan-jangan karena sekian lama tidak pernah didekati laki-laki dan desakan sosial, akhirnya Sri tidak mempunyai filter menerima calon pendamping hidup ? Mungkin analisaku begitu kejam, tapi mendengar kasus-kasusnya yang seragam, apakah analisaku salah ?.

*

”Kalbu !” Sri menyentakku. Ternyata pikiranku melanglang buana cukup lama. Entah apa saja yang sudah diceritakannya tadi.

”Kamu kok diam saja ?”

”Maaf, gimana tadi ?”

”Pokoknya tiga hari setelah bertemu kami menikah,” jelasnya.

”Cepat sekali, proses administrasi di KUA, biasanya minimal seminggu,” kataku heran.

”Belum administrasi kok, secara agama,” jelasnya.

“Oooooo.”

Seminggu setelah percakapan kami di telpon, aku menerima undangan resepsi dari Sri. Untuk seorang sahabat tentu saja aku ingin memberikan hadiah istimewa untuknya. Ketika hang out dengan suami dan anak di suatu mall, aku melihat gaun muslim plus jilbab berwarna hijau. Aku teringat Sri yang menyukai warna hijau. Segera kuhubungi dia, siapa tahu sejak menikah dengan suami yang agamis, Sri kini berjilbab.

“Mau banget Kalbu, sekarang aku memang berjilbab.” Wah tepat dugaanku.

”Tapi aku berjilbab kalau nggak ada suami.”

”Ya jelas dong, kalau di rumah hanya berdua dengan suami jangankan tidak pake jilbab, tidak pake baju pun nggak masalah,” kataku sambil tertawa.

”Bukan begitu Kalbu, keluar rumah pun kalau dengan suami aku nggak pake.”

”Kok begitu ?” Bukannya paham dengan penjelasannya, aku malah jadi tambah bingung.

”Soalnya suamiku nggak suka aku pake jilbab.”

”Lho kok?” Aku tambah bingung, seorang laki-laki yang agamis tidak suka istrinya berjilbab ? Aneh tidak ya ?

”Membahagiakan suami kan ibadah, Kalbu, jadi aku tidak berjilbab demi membahagiakan suami, itu kan ibadah.”

Memang begitu ya ? Logikanya meskipun seorang istri pergi didampingi suami, tidak jaminan laki-laki lain tidak memandang kan ? Jadi apakah tidak lebih aman kalau seorang istri menutup auratnya ? Tak tahulah, aku tidak bertanya lebih dalam pada Sri, mungkin pengetahuan agamaku yang minim. Yang penting kehidupan perkawinan Sri bahagia.

”Bagaimana dengan bisnismu ?” tanyaku mengganti topik pembicaraan.

”Kuserahkan suamiku, aku hanya di rumah saja sekarang, suamiku tidak mengijinkan aku keluar rumah.”

”Enak dong, kamu tinggal ngawasi aja.”

”Nggak juga, aku total mengurus rumah tangga saja sekarang, perusahaan seratus persen kuserahkan suami, termasuk hak miliknya.”

”Bagaimana dengan pekerjaannya sendiri ?”

”Dia tidak punya pekerjaan Kalbu karena itu aku serahkan perusahaan padanya.”

”Dan kau mau begitu saja ?” Ups ! untuk apa kutanyakan, ini kan bukan urusanku.

”Pertimbanganku agar dia dapat memenuhi kewajibannya sebagai kepala keluarga”. Aku mencoba mengerti.

*

Suatu hari ketika aku makan di luar bersama suami dan anakku, seorang ibu menyapa, ternyata ibunya Sri. Langsung saja kuajak makan bersama suami dan anakku, agar kami bisa melepas kangen karena cukup lama juga aku tidak bertemu dengan beliau. Obrolan kami sampai juga ke topik putrinya yang baru saja menikah, dan cerita beliau membuatku susah menutup mata malamnya.

”Kasihan Sri, Nak Kalbu, tidak boleh ke mana-mana, berkunjung ke Ibu pun tidak boleh. Menelpon Ibu juga sembunyi-sembunyi, kalau suaminya tahu pasti dimarahi.”

”Kenapa sampai begitu, Bu?”

”Katanya takut kalau Ibu mintai uang, padahal Ibu anti yang namanya minta anak, pensiunan dari almarhum bapaknya Sri cukup untuk Ibu.”

”Kalau toh Sri memberi ibu kan tidak salah, toh uang itu hasil dari perusahaan yang dirintis Sri! ” kataku.

”Ibu tidak dikasih juga tidak apa-apa, Nak, Ibu ikhlas, tapi yang membuat Ibu ngenes, Sri sama sekali tidak diberi uang, pembantu di rumahnya minta uang belanja harus langsung ke suaminya. Yang lebih menyakitkan lagi, Nak Kalbu, Ibu dengar dari pegawai perusahaan, dia mengangkat sekretaris baru dan sekarang mereka sedang menjalin hubungan.”

Sri, Sri, kenapa nasibmu seperti ini, pekerjaan susah payah dibangun dari nol setelah berhasil dibangun dikuasai suami yang tidak bertanggung jawab. Pendamping dinanti-nanti begitu lama, eh, dapat laki-laki yang tidak tahu diri. Dia tidak pantas diperlakukan seperti ini, Sri wanita yang baik, laki-laki yang mendapatkannya sangat beruntung. Cukup banyak kisah serupa aku dengar dari teman-teman wanita. Lagi-lagi aku heran, apa yang membuat seorang wanita bersedia berkorban sangat besar untuk laki-laki yang tidak pantas menerima pengorbanan?

”Belum tidur?” Suamiku bangun. ”Kepikiran Sri ya? Didoakan saja agar suaminya dapat pencerahan dan segala sesuatunya sedikit demi sedikit menjadi lebih baik.”

”Sekarang tidurlah.” Suamiku merebahkan tubuhku dan menyelimutiku kemudian mencium keningku.

Dia beranjak dari tempat tidur. Kalau dini hari begini dia bangun pasti untuk melaksanakan sholat tahajud. Puji syukur kepadaMu ya Allah atas anugerah yang Kau berikan padaku, ucapku sebelum memejamkan mata.

by;upik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar