Dengan sangat hati-hati, Didi membawa kotak persegi itu ke dalam rumahnya. Ketika Wagino, tetangga sebelah, menanyakan apa isinya ia cuma menjawab, “Hadiah dari orang yang paling aku cinta.”
Wagino menanyakan itu bukan karena apa tapi ia kuatir Didi terlibat jaringan terorisme dan ia takut bungkusan itu berisi bom. Habisnya, dengan sangat hati-hati kotak itu dibawa seperti layaknya gegana memindahkan bom yang akan meledak.
Didi belum lama tinggal di rumah kontrakan ini, kalau tidak salah baru tiga minggu. Dan selama ini ia jarang bergaul dengan tetangga-tetangganya. Padahal ia tinggal sendiri. Rupanya pria ini suka menyepi.
Memikirkan ini, Wagino malah tambah menjadi kekuatirannya. Jangan-jangan Didi anggota kelompok radikal yang merencanakan sesuatu yang berbahaya bagi orang banyak. Bukankah kebanyakan teroris radikal adalah sosok antisosial. Wah,jangan-jangan Didi berencana meledakkan tempat ini dan kotak persegi tadi benar-benar bom. Iih, ngeri terpancar di wajah Wagino membayangkan bayang-bayang yang…
Eit, tapi untuk apa ia meledakkan tempat ini? Tak ada yang bernilai di rumah kontrakan ini. Wagino tidak menemukan alasan yang tepat bagi Didi untuk meledakkan tempat ini. Tak mungkin.
Atau, ia mau meledakkan tempat lain? Di mana? Kapan? Ribuan tanda tanya meluap di benak Wagino dan jawabannya ada di rumah Didi. Ia menuju rumah Didi, mengetuknya dan memasukinya.
Ealah, tak tahunya kotak persegi tadi berisi cermin. Barang yang mudah pecah, pantas saja. Dilihatnya Didi sedang berkaca, dan ketika ditanya siapa yang memberikan cermin itu? Didi menunjuk bayangan dirinya di kaca dan berkata, “Dari orang yang paling aku cinta.”
Buyar semua mimpi buruk Wagino.
Ternyata narsis, bukannya teroris. Walau keduanya persis.
by;bomb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar