Kehidupan perkawinan bukan hanya indah, bukan hanya agung, tetapi mulia. Keindahan bisa berubah karena gairah bisa berkurang, bisa bertambah. Keagungannya bisa sementara teraling mendung. Namun kemuliaannya tetap sama, selamanya. Sebab kemuliaan itu adalah ketika kita menunjukkan layak dicinta dan mencinta. Itulah kemuliaan dalam kemuliaan Tuhan.
Kira-kira begitulah gagasan yang dicetuskan Jati Sukmono, sudesi—sukses dengan satu istri.
Tetapi apakah seorang Jati Sukmono yang menggelorakan dan merumuskan hubungan istri-suami masih bisa konsekuen, kalau percobaan itu terjadi pada dirinya? Kalau istrinya ternyata menjalin kembali hubungan dengan kekasihnya semasa sekolah dulu, dan ternyata Agus—yang selama ini dianggapnya anak kandungnya—adalah buah penyelewengan itu? Apakah Jati Sukmono masih bisa bercerita tentang bagaimana memaafkan? Apa topangan sikapnya?
Dalam Sudesi ditulis rahasia yang menetas dari pengalamannya sebagai suami selama 20 tahun lebih, serta kenapa perkawinan merupakan jawaban cinta, dan bukan pertanyaan.
sumber;gramedia pustaka utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar