Mawar (Rosa hybrida L.) dijuluki ratu segala bungankarena keindahannya, keanggunannya, dan keharum-nannya. Tanaman hias ini memiliki nilai ekonomi tinggi, di-nminati konsumen, dan dapat dibudidayakan secara komersialndan terencana sesuai dengan permintaan pasar (Santika 1996).
Berdasarkan kegunaannya, mawar dikelompokkan ke dalam mawar bunga potong, mawar taman, mawar tabur, dan mawar bahan kosmetik. Volume penjualan bunga mawar potong paling tinggi dibandingkan dengan bunga potong lainnya (BCI dan Nehem 1987).
Permintaan bunga mawar potong meningkat terutama pada hari-hari besar. Berdasarkan perkembangan permintaan bunga potong di Jakarta pada tahun 1999, mawar menempati peringkat ketiga setelah anggrek dan gladiol, yaitu 4.952.000 tangkai/ tahun. Pada bulan Juli 2000, permintaan bunga mawar potong lokal dan introduksi masing-masing 127.500 dan 10.200 tangkai dengan harga Rp177,18/tangkai untuk mawar lokal dan Rp1.359,50/tangkai untuk mawar introduksi (Pusat Promosi dan Pemasaran Bunga/Tanaman Hias 2000). Sentra produksi mawar di Indonesia adalah Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Komar dan Effendi 1995).
Pengembangan bunga potong di Indonesia tergolong lambat karena adanya kendala dalam pengadaan benih. Tanaman mawar dapat diperbanyak dengan setek, cang- kok, okulasi, dan penyambungan. Petani umumnya memper- banyak tanaman mawar dengan penyambungan. Namun, perbanyakan dengan penyambungan menghadapi masalah batang bawah banyak yang terserang penyakit yang disebab- kan oleh virus.
Kultur jaringan merupakan salah satu alternatif dalam perbanyakan tanaman mawar. Perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan dapat menghasilkan benih dalam jumlah banyak dalam waktu singkat, seragam, dan bebas penyakit. Keberhasilan teknik kultur jaringan dipengaruhi antara lain oleh jenis eksplan, yaitu bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur, dan komposisi media yang digunakan.
Pada dasarnya, semua tanaman dapat diregenerasikan menjadi tanaman sempurna bila ditumbuh- kan pada media yang sesuai. Salah satu komponen mediayang menentukan keberhasilan kultur jaringan adalah jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan. Sito- kinin digunakan untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas aksiler atau merangsang pertumbuhan tunas adventif (Yusnita 2004). Menurut Raharja (1993), sitokinin termasuk hormon yang dapat mempengaruhi pembelahan sel pada jaringan tanaman yang ditumbuhkan pada media buatan. Tujuan percobaan adalah untuk mengetahui komposisi media yang sesuai untuk perbanyakan mawar dengan eksplan dari beberapa bagian nodus/buku.
Percobaan dilaksanakan di laboratorium kultur jaringan Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi), Segunung, Cianjur, Jawa
Barat, pada bulan September 2006-Januari 2007. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor
dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah komposisi media dan faktor kedua adalah eksplan bagian nodus/buku. Alat yang
digunakan adalah botol kultur, gelas ukur, erlenmeyer, pipet mikro, timbangan analitik, pH meter, cawan petri, pangaduk
magnetik, autoklaf, lampu bunsen, pisau, pisau bedah, pinset, dan laminar air flow cabinet. Bahan yang digunakan adalah planlet steril hasil kultur mata tunas tanaman mawar kultivar Kiss. Bahan tanaman dipersiapkan melalui perbanyakan terbatas menggunakan media Murashige and Skoog (MS). Tunas yang telah dikultur lalu diinkubasi pada suhu 25-26°C selama 6-8 minggu. Setelah jumlah planlet mencukupi, selanjutnya planlet digunakan untuk melaksanakan percobaan. Eksplan yang digunakan adalah nodus/buku kesatu sampai kelima. Media dasar yang digunakan adalah MS dan B5 (Gamborg) yang terdiri atas unsur hara makro dan mikro, vitamin, sukrosa dan Fe khelat, dengan penambahan zat pengatur tumbuh sitokinin. Ke dalam media ditambahkan agar 7 g sebagai pemadat dan sukrosa 30 g. Bahan lain yang digunakan adalah alkohol, spirtus, aluminum foil, plastic wrafing, dan karet gelang. Kompo- sisi media yang digunakan disajikan pada Tabe1 1 (Gunawan 1992).
Eksplan atau bahan tanaman yang akan dikultur dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan menentukan keberhasilan perbanyakan. Pada percobaan ini, eksplan yang digunakan berasal dari jaringan tanaman yang masih muda
sehingga mempunyai daya regenerasi yang tinggi. . Pengambilan eksplan dilakukan dalam kondisi steril laminar air flow cabinet. Sumber eksplan berupa planlet steril hasil kultur mata tunas tanaman mawar kultivar Kiss. Planlet dikeluarkan dari botol kultur dengan meng- gunakan pinset, lalu diletakkan di atas cawan petri dan dipotong pada setiap bagian buku atau nodus. Eksplan yang telah dipotong lalu dipisah menurut urutan bagian nodus/ buku Eksplan ditanam pada media perlakuan
dengan menggunakan pinset steril. Setiap botol kultur ditanam lima eksplan dari masing-masing bagian nodus/ buku. Botol kultur lalu ditutup dengan plastik dan aluminum foil, kemudian disimpan dalam ruang inkubasi pada suhu 24- 25°C dengan pencahayaan 16 jam terang dan 8 jam gelap
sumber http://www.membuatblog.web.id/2010/04/budidaya-mawar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar