Sabtu, 30 April 2011

ksatria khatulistiwa

Kalau kamu ingin mengembara, menyebarkan Islam ke segenap penjuru dunia, datanglah ke tempat yang terdapat batu-batu besar, tetapi tidak ada gunung, sungai-sungai luas yang bercabang, dan bumi yang terbelah. Tinggallah kamu di sana, di tempat kamu beranak cucu nantinya.”

Syarif Abdurrahman Alkadrie, pemuda biasa yang bercita-cita menjadi pelaut, penjalajah Nusantara, dan berjaya sebagai seorang kesatria. Dengan amanat sang ayah yang terus bergema di hatinya. Syarif mencoba menjelajah. Dimulai dari Mempawah, ke Banjar, Kalimantan hingga ke lautan Nusantara. Pelan-pelan, Syarif berhasil menegakkan diri sebagai seorang pelaut tangguh sekaligus saudagar terpandang.

Raja Mempawah pun mempercayakan putrinya untuk menjadi pasangan Syarif. Dan Syarif membalas dengan mengharumkan nama Mempawah. Namun, rintangan menghadang. Kaum bangsawan dan kerabat Raja merasa iri. Menurut mereka, Syarif telah merebut hak mereka sebagai kerabat raja. Hasutan para bangsawan yang iri akhirnya mulai menggerogoti hati sang Raja Mempawah. Bagaimanakah Syarif menghadapi kedengkian kerabat Raja? Apalagi Raja pun mulai meragukan kesetiaannya. Sekali lagi, Syarif harus membuktikan jiwa kesatrianya.

***

“Mengharukan, membaca kisah nenek moyang dalam bentuk novel seperti ini. Setiap kalimat dalam peristiwa, terasa dekat di depan mata.”
—Syarifah Zuhra/Keturunan Syarif Abdurrahman Alkadrie, penjaga Istana Kadriah

“Tidak mudah menulis novel berbasis sejarah. Apalagi menjadi novel sejarah yang menggetarkan. Gara berhasil menulis sejarah dalam bentuk novel yang tidak membosankan untuk dibaca. Dari awal hingga akhir cerita sarat makna.”
—Adhie M. Masardi/Sastrawan

Tentang Penulis

Putra Gara, adalah lelaki gelisah, yang tidak pernah betah diam disuatu titik. Ia seperti Syarif Abdurrahman Alkadrie, tokoh dalam novelnya ini, bergerak terus menuju arah mata angin.

Menulis buat Gara sudah menjadi kebutuhan hidup dan jiwanya. Sejak SMP, ia sudah aktif menulis cerita di beberapa media cetak. Di bangku SMA, ia sudah menjadi wartawan freelance di koran-koran mingguan seperti Jaya Karta, Simphoni, Swadesi, Berita Yudha, Pelita, Sinar Pagi, dan majalah remaja seperti Kawanku, Hai, Gadis, Aneka, Anita Cemerlang, dan media-media yang lainnya.

Di bangku kuliah ia sudah menjadi redaktur di majalah remaja. Hingga saat ini, Alumni FISIP Kampus Tercinta IISIP Jakarta ini sudah menulis ratusan cerpen, dan beberapa novel. Di antaranya Samudra Pasai (Hikmah), Kisah Cinta Dua Pria—ditulis bareng Mayoko Aiko dan Reni Erina (Universal Nikko), kumpulan cerpen bareng Adnan Buchori dan Nando—Kisah Cinta 3 Pria (Cipta Media), Serial Fitri: Nasyid Mania (Studia Press), Serial Fitri: Banyak Jalan Menuju Kesempatan (Studia Press), kumpulan artikel Wanita di Persimpangan Zaman (Studia Press), serial cerita anak: Dita Anak Baru dan Dita Jadi Penyiar (Mega Media), dan ini dalah novel terbarunya, buku ke satu dari trilogi Kesatria Khatulistiwa.

Selain menulis, Gara juga hobi melukis, ia juga menggeluti dunia film dan menjadi sutradara. Gara bisa dijumpai di facebooknya: Putra Gara, dan e-mail: garaputra@yahoo.com.

Keunggulan buku ini:
1. Buku fiksi sejarah lokal.
2. Penulis adalah penulis Samudra Pasai.


sumber;qanita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar