Sekitar 8 kali al-Qur’an menyebut-nyebut nama Zakaria, jadi siapakah Zakaria itu? Ia adalah seorang nabiyullah ‘alaihissalaam yang dikenal karena telah diuji dengan kemandulan oleh Allah S.W.T. Ia pun disebut-sebut pula dalam kitab Perjanjian Lama dan Baru kalangan Nasrani serta dalam kitab Tanakh kalangan Yahudi. Apa yang menarik dari kisah Zakaria adalah doanya yang dikabulkan oleh Allah:
“Maka Kami memperkenankan doanya (Zakaria), dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung…”
[Q.S. al-Anbiyaa' 21:90]
Kisah nabi Zakaria yang mendamba keturunan ini Insya Allah bisa menjadi petunjuk bagi pasangan yang mengharapkan yang sama dengan nabi Zakaria.
BERMUHASABAHLAH: APAKAH ANDA LAYAK UNTUK DIBERIKAN KETURUNAN?
Mengabulkan doa adalah perkara yang sangat mudah bagi Allah, jadi tak perlu kita risaukan. Yang perlu kita risaukan adalah apakah kita layak untuk mendapatkannya? Bila ya, maka buktikanlah di hadapan Allah bahwa kita memang pantas untuk dianugerahi keturunan sebagaimana nabi Zakaria telah membuktikan dirinya sebagai hamba Allah yang sholeh:
dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang shaleh.
[Q.S. al-An'aam 6:85]
Allah Azza wa Jalla sudah memberikan jaminan kepada kita bahwa setiap permintaan (doa) yang dihantarkan kepada-Nya pasti dan pasti akan dikabulkan oleh-Nya:
Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu…
[Q.S. al-Mu'min 40:60]
Bahkan dalam suatu hadits, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pernah bersabda, “Sesungguhnya Rabb kalian Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi itu, Maha Malu lagi Maha Mulia, Dia malu terhadap hamba-Nya jika ia mengangkat kedua tangannya kepada-Nya untuk mengembalikan keduanya dalam keadaan kosong (tidak dikabulkan).”
[H.R. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah]
Nah masalahnya, kita sering melupakan dua hal berkenaan dengan doa kita:
PERTAMA, tergantung dari kandungan doa itu sendiri apakah berisi kemaslahatan ataukah kemudharatan? Allah tidak akan pernah mengabulkan doa yang isinya ditujukan untuk mencelakakan orang yang tidak berhak atau tidak bersalah ataupun malah dapat berakibat buruk bagi yang berdoanya tersebut.
Dari Abu Hurairah berkata bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Do’a seorang hamba akan selalu dikabulkan selagi tidak memohon sesuatu yang berdosa atau pemutusan kerabat, atau tidak tergesa-gesa”. Mereka bertanya: “Apa yang dimaksud tergesa-gesa?” Beliau menjawab: “Dia berkata; ‘Saya berdoa berkali-kali tidak dikabulkan’, lalu dia merasa menyesal kemudian meninggalkan doa”. [H.R. Muslim]
Oleh karena itu pastikanlah di hadapan Allah, apa yang menjadi tujuan kita untuk memohon keturunan? Ingatlah, Allah tak akan pernah mengabulkan doa yang memohon keturunan dengan tujuan agar keturunan tersebut meneruskan perbuatan jahat kita, kemaksiatan kita, ataupun kedzaliman kita. Lalu apa yang menjadi tujuan dari doanya nabi Zakaria?
“Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhoi.”
[Q.S. Maryam 19:5-6]
Dari ayat tersebut, jelaslah bahwa nabi Zakaria sangat menginginkan keturunan adalah untuk menjadikan mereka sebagai hamba yang diridhoi oleh Allah melalui mewariskan dan melanjutkan tugas kenabiannya dan para nabi dari keturunan nabi Ya’qub pendahulunya.
KEDUA, untuk memperkuat bahwa kita layak untuk mendapatkan keturunan adalah dengan membuktikan ahlak kita di hadapan Allah karena Allah tidak akan pernah mendengarkan doa-doa orang yang dzalim, musyrik, kafir, dan fasik.
Untuk bisa sukses seperti terkabulnya doa nabi Zakaria a.s., maka kita pun sepatutnya berupaya mengamalkan apa yang menjadi ahlak nabi Zakaria a.s. Untuk itu perhatikanlah kelanjutan dari ayat berikut:
“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.”
[Q.S. al-Anbiyaa' 21:90]
Di dalam ayat tersebut dengan jelas Allah memperlihatkan sifat dan amalan nabi Zakaria a.s. Maka ikutilah petunjuk yang disebutkan dalam ayat tersebut:
1. KEMBALIKAN KESADARAN PADA ASALNYA: SIAPA YANG SEDANG KITA HADAPI
Sebelum kita melangkah lebih jauh, perlu disampaikan satu hal penting yang sangat fundamental yang terlupakan adalah dengan siapa kita berhadapan yang daripadanya kita memohon…
Telah disebutkan oleh Allah bahwa nabi Zakaria dalam menyampaikan permohonannya, ia sampaikan dengan suara yang lembut:
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.
[Q.S. Maryam 19:2-3]
Bersuara lembut mencerminkan dua hal:
* Keseganan dan rasa hormat kita terhadap yang diajak bicara;
* Adanya kasih sayang kepada yang diajak bicara.
Sungguh disayangkan bila dalam melantunkan doa kita kepada Allah masih kalah lembut dengan di saat kita menghadap atasan kita, hal ini berarti kita lebih menghormati atasan kita dibandingkan Allah Ta’ala, naudzubillah…
Sesungguhnya Allah S.W.T. terlah berfirman:
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
[Q.S. al-A'raaf 7:55]
Jadi bagaimana cara kita menyampaikan doa, maka itulah cerminan seberapa besar kita segan kepada Allah, sedangkan Allah lebih menyukai berdoa dengan berendah diri dan dengan suara yang lembut karena dengan begitu berarti kita telah memperlihatkan di hadapan-Nya bahwa kita benar-benar sedang menghadap kepada Dzat Yang Maha Agung.
Begitupun juga suara yang lembut mencerminkan kasih sayang kita kepada siapa yang kita hadapi sebagaimana kita bersuara lembut kepada anak kita saat mereka masih bayi, atau di saat kita bersimpuh memohon maaf kepada ibu dan bapak kita.
Bila kita mampu dan terbiasa bersuara lembut kepada mereka, maka kita pun harus bisa lebih dari itu di saat kita berdoa kepada Allah S.W.T. karena Allah lebih mencintai orang-orang yang telah menempatkan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya di atas segala-segalanya:
Katakanlah: “jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. [Q.S. at-Taubah 9:24]
2. BERSEGERALAH UNTUK MELAKUKAN AMAL KEBAIKAN
“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.”
[Q.S. al-Anbiyaa' 21:90]
Ketika kita disuruh untuk bersegera, maka berarti kita harus memuliakan setiap perbuatan amal kebaikan, yaitu dengan cara menempatkan amal sholeh sebagai prioritas yang paling utama dan paling pertama (didahulukan). Lalu amal kebaikan apa saja yang dimaksud:
a. Bersabarlah dan Jangan Berputus Asa
Di saat kita diseru untuk bersabar, maka berjuanglah untuk terus bersabar jangan sampai kesabaran itu menjadi terkalahkan oleh godaan ketidaksabaran kita. Simaklah sifat sabar yang ditunjukkan oleh nabi Zakaria yang dapat kita ketahui dari redaksi doanya:
Ia (Zakaria) berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban…” [Q.S. Maryam 19:4]
b. Yakinlah dan Jangan Berburuk Sangka
Hingga berusia senja pun, nabi Zakaria tetap bersabar untuk selalu terus berdoa kepada Allah. Bahkan yang menakjubkan dari beliau adalah sepanjang beliau meniti kesabarannya tersebut, ternyata nabi Zakaria tidak pernah merasa kecewa terhadap Allah.
Ia (Zakaria) berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.” [Q.S. Maryam 19:4]
Sikap yang tidak pernah kecewa ini hanya akan ditemukan pada orang yang tetap yakin akan janji Allah dan tidak pernah berburuk sangka kepada-Nya sekalipun yang menjadi jawaban dari Allah tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Sehingga ketika kita dianjurkan untuk yakin kepada Allah dan berbaik sangka kepada-Nya, maka pegang teguhlah keyakinan itu dengan sepenuh hati jangan sampai terkalahkan oleh gangguan keragu-raguan hingga akhirnya kita pun menjadi berburuk sangka kepada Allah karena kecewa terhadap jawaban dari-Nya.
c. Janganlah Memustahilkan Apa Yang Tidak Mustahil Bagi Allah
Nabi Zakaria saat mendengar doanya dikabulkan oleh Allah S.W.T., sempat pula terbersit logika pikirannya yang hampir saja menyebabkan kebahagiaannya kembali hilang:
Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.
[Q.S. Maryam 19:7]
Zakaria berkata: “Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua?”
[Q.S. Maryam 19:8]
Karena kita merasa terlalu lama doa kita belum ada jawabannya, maka kita pun akhirnya beranggapan bahwa Allah enggan untuk memperkenankan permohonan kita. Masya Allah… akankah sedemikian putus asanya kita hingga akal sehat kita pun sudah tidak lagi teringat bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah S.W.T.
Inilah pernyataan Allah Ta’ala kepada nabi Zakaria:
Tuhan berfirman: “Demikianlah.” Tuhan berfirman: “Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.”
[Q.S. Maryam 19:9]
Jadi sekalipun kita merasa lama doa kita belum juga ada jawabannya, maka berjuanglah untuk tetap yakin bahwa TIDAK ADA YANG MUSTAHIL BAGI ALLAH – Kun faya kun…
3. BERDOALAH DENGAN HARAP DAN CEMAS
Diceritakan dalam al-Qur’an surat al-Anbiyaa’ 21:89, seperti apa nabi Zakaria a.s. berdoa kepada Allah Ta’ala:
Ya Robbi, laa tadzaarnii fardaan, wa anta khoirul waaritsiin
(Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik)
Seperti adanya ungkapan Zakaria kepada Allah, kita pun hendaknya jangan sungkan untuk bercurhat kepada Allah karena Dia adalah sebaik-baiknya tempat untuk mengadu dan memohon pertolongan.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui, sehingga ungkapkanlah kekhawatiran kita akan tidak adanya generasi yang meneruskan silsilah keturunan kita sebagaimana yang diungkapkan oleh Zakaria:
Ya Robbi, laa tadzaarnii fardaan…
Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri…
Kalimat doa ini sekalipun singkat namun sarat akan makna. Dalam redaksi kalimat tersebut, kita bisa merasakan ungkapan nabi Zakaria a.s. yang tidak sungkan untuk sepenuh hati mengadukan kegundahan hatinya kepada Allah sekaligus terkandung pula harapan dan permohonan beliau kepada Allah. Mungkin secara panjang lebar dapat diuraikan sebagai berikut:
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bila aku harus hidup tanpa keturunan yang meneruskanku (cemas), oleh karena itu janganlah Engkau biarkan aku hidup tanpa keturunan yang akan meneruskanku (harapan).
Jadi satu kalimat doa tersebut mampu mewakili dua perasaan yang terdalam dari nabi Zakaria a.s. yaitu apa yang dalam al-Qur’an disebutkan sebagai harap dan cemas (Roghbah wa Rohbah).
“Maka Kami memperkenankan doanya (Zakaria), dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap (roghbah) dan cemas (rohbah). Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.”
[Q.S. al-Anbiyaa' 21:90]
Dalam kelanjutan ayat tersebut, mengapa yang digunakan adalah kata Roghbah bukan Roja’, serta bukan pula Khouf melainkan Rohbah?
Makna Rogbah adalah meminta, merendahkan diri, dan mengharap sepenuh hati dengan penuh kecintaan yang mengantarkan kepada sesuatu yang dicintai. Sedangkan makna Rohbah adalah takut yang menyebabkan seseorang menjauh dari sesuatu yang ditakuti.
Ibnul Qoyyim al-Jauziyah dalam kitabnya Madarijus Salikin menjelaskan bahwa Roghbah lebih bermakna khusus dari Roja’ karena Roja’ bermakna hanya sebatas keinginan saja, sedangkan Roghbah adalah usaha untuk mendapatkan yang diinginkannya tersebut. Begitupun mengapa yang digunakan adalah Rohbah bukan Khouf, karena Rohbah pun lebih bermakna khusus dari Khouf yang hanya sekadar rasa cemas saja.
Lebih lanjut mengenai Roghbah dan Rohbah ini, silahkan baca artikel “Antara Rasa Harap dan Takut” dari Muhammad Abduh Tuasikal.
Jadi supaya doa kita terkabul, maka kita harus berupaya setotalitas mungkin dalam mengungkapkan rasa harap dan cemas di hadapan Allah. Hal ini bisa dilihat dari firman Allah pada ayat selanjutnya yang menjelaskan bagaimana nabi Zakaria menyampaikan doanya tersebut hingga Allah memperkenankan doanya:
…dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap (roghbah) dan cemas (rohbah)…
[Q.S. al-Anbiyaa' 21:90]
Mengungkapkan kecemasan atau kekhawatiran kita sangatlah penting dan bermanfaat, karena dengan begitu kita telah dengan ksatria mengakui kelemahan kita di hadapan Allah, dan dengan mengakui kelemahan tersebut maka berarti kita pun sekaligus telah memperlihatkan pula di hadapan Allah bahwa kita sangat-sangat membutuhkan pertolongan-Nya. Jadi dalam berdoa kepada Allah, rasa cemas dan harap harus menjadi satu kesatuan yang utuh demi terkabulnya doa kita.
Allah sangat membenci orang yang berlaku sombong, dan di antara ciri-cirinya adalah ketika dalam berdoa kita hanya meminta saja tanpa diiringi permohonan ampun dan maaf serta pengakuan diri bahwa kita ini telah banyak melakukan dosa. Inilah pula yang menjelaskan mengapa dalam setiap berdoa kita selalu dianjurkan untuk beristighfar terlebih dulu.
PENUTUP
Demikianlah yang mampu saya uraikan dengan segala keterbatasan. Kedokteran dan teknologi tidaklah punya kekuasaan apapun untuk mewujudkan “Kehamilan Yang Didamba” karena bukan dari keduanya yang menciptakan melainkan Allah Ta’ala yang menciptakan, yang kemudian menghidupkannya, lalu mematikannya, dan akhirnya membangkitkannya di akhirat kelak.
Jadi, selama kita terus berikhtiar, selama itu pula kita semakin dekatkan diri dengan Allah S.W.T. Saya pun seraya mendo’akan semoga Allah Azza wa Jalla memperkenankan doa-doa para pasangan yang merindukan anak generasi penerusnya yang akan dibanggakan oleh Rasulullah s.a.w. di akhirat kelak.
Amiiin ya Allah ya Rabbal’alamiin…
sumber http://dokter-hanny.blogspot.com/2010/08/doa-indah-nabi-zakaria-yang-merindukan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar