Ki Jaka Tarub, yang setelah tua bergelar Ki Ageng Tarub, adalah tokoh legendaris yang dianggap sebagai leluhur raja-raja Kesultanan Mataram, dari pihak putrinya, yaitu yang bernama Retno Nawangsih.
Asal-Usul
Nama Jaka Tarub terdapat dalam Babad Tanah Jawi, yaitu kumpulan naskah yang berisi sejarah Kesultanan Mataram. Tidak diketahui siapa nama asli Jaka Tarub, ataupun nama asli kedua orang tuanya.
Dikisahkan ada seorang pemuda, sebut saja Jaka Kudus, kabur dari rumah karena bertengkar dengan ayahnya (KI Ageng Kudus). Di tengah jalan Jaka Kudus memerkosa putri Ki Ageng Kembanglampir sampai hamil. Gadis itu akhirnya meninggal saat melahirkan.
Bayi laki-laki yang ditinggal mati ibunya itu, ditemukan seorang pemburu bernama Ki Ageng Selandaka. Si bayi digendong sambil mengejar burung sampai ke desa Tarub. Karena merasa terganggu, Ki Ageng Selandaka akhirnya meninggalkan bayi tersebut di jalanan.
Si bayi ditemukan seorang janda, sebut saja Nyai Tarub, dan dijadikan anak angkat. Oleh penduduk sekitar ia dipanggil dengan nama Jaka Tarub.
Pernikahan Jaka Tarub
Jaka Tarub tumbuh menjadi seorang pemuda yang gemar berburu. Suatu hari ia melanggar larangan ibu angkatnya supaya tidak berburu sampai kawasan Gunung Keramat. Di gunung itu terdapat sebuah telaga tempat tujuh bidadari mandi.
Jaka Tarub mencuri selendang salah satu bidadari. Ketika acara mandi selesai, enam dari tujuh bidadari tersebut kembali ke kahyangan. Sisanya yang satu orang bingung mencari selendangnya, karena tanpa itu ia tidak mampu terbang.
Jaka Tarub muncul pura-pura datang menolong. Bidadari yang bernama Dewi Nawangwulan itu bersedia ikut pulang ke rumahnya. Keduanya akhirnya menikah dan mendapatkan seorang putri bernama Retno Nawangsih.
Selama hidup berumah tangga, Nawangwulan selalu memakai kesaktiannya. Sebutir beras bisa dimasaknya menjadi sebakul nasi. Suatu hari Jaka Tarub melanggar larangan Nawangwulan supaya tidak membuka tutup penanak nasi. Akibatnya kesaktian Nawangwulan hilang. Sejak itu ia menanak nasi seperti umumnya wanita biasa.
Maka, persediaan beras menjadi cepat habis. Ketika beras tinggal sedikit, Nawangwulan menemukan selendang pusakanya tersembunyi di dalam lumbung. Nawangwulan pun marah mengetahui kalau suaminya yang telah mencuri benda tersebut.
Jaka Tarub memohon istrinya untuk tidak kembali ke kahyangan. Namun tekad Nawangwulan sudah bulat. Hanya demi bayi Nawangsih ia rela turun ke bumi untuk menyusui saja.
Pernikahan Nawangsih
Jaka Tarub kemudian menjadi pemuka desa bergelar Ki Ageng Tarub, dan bersahabat dengan Brawijaya raja Majapahit. Pada suatu hari Brawijaya mengirimkan keris pusaka Kyai Mahesa Nular supaya dirawat oleh Ki Ageng Tarub.
Utusan Brawijaya yang menyampaikan keris tersebut bernama Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawan, anak angkatnya. Ki Ageng Tarub mengetahui kalau Bondan Kejawan sebenarnya putra kandung Brawijaya yang tidak diakui. Maka, pemuda itu pun diminta agar tinggal bersama di desa Tarub.
Sejak saat itu Bondan Kejawan menjadi anak angkat Ki Ageng Tarub, dan diganti namanya menjadi Lembu Peteng. Ketika Nawangsih tumbuh dewasa, keduanya pun dinikahkan.
Setelah Jaka Tarub meninggal dunia, Lembu Peteng alias Bondan Kejawan menggantikannya sebagai Ki Ageng Tarub yang baru. Nawangsih sendiri melahirkan seorang putra, yang setelah dewasa bernama Ki Getas Pandawa.
Ki Ageng Getas Pandawa kemudian memiliki putra bergelar Ki Ageng Sela, yang merupakan kakek buyut Panembahan Senapati, pendiri Kesultanan Mataram.
Analisis Kisah Jaka Tarub
Babad Tanah Jawi adalah naskah sejarah Kesultanan Mataram. Pemberitaan tentang Panembahan Senapati dan para penggantinya memang mendekati fakta sejarah. Akan tetapi kisah-kisah sebelum Panembahan Senapati cenderung bersifat khayal, terutama seputar Kerajaan Majapahit.
Sesungguhnya, Kesultanan Mataram didirikan oleh keluarga petani, bukan keluarga bangsawan. Oleh karena itu, demi mendapat legitimasi dan pengakuan dari rakyat Jawa, diciptakanlah tokoh-tokoh mitos yang serba istimewa sebagai leluhur raja-raja Mataram.
Dalam hal ini, tokoh Nawangsih yang dinikahi Bondan Kejawan disebut sebagai wanita istimewa. Nawangsih merupakan anak campuran antara manusia dan bidadari. Kisah ini mengingatkan pada tokoh Ken Arok dalam Pararaton. Pihak Majapahit juga ingin menunjukkan bahwa leluhur mereka, yaitu Ken Arok adalah manusia istimewa setengah dewa.
Kepustakaan
* Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
* Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
* Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Jindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar