Senin, 23 Agustus 2010

kisah kepada fajar

Sudah berapa kali kau jatuh cinta? Sama siapa saja?

Kalau pertanyaan ini kuajukan pada anak-anak ABG sekarang, pasti mereka akan semangat dengan segudang jawaban reaksi dan ekspresi.

Masa muda emang penuh cinta Mbak. Hmm, cinta itu universal Mbak, bla..bla..bla. Jatuh cinta itu kayak sebatang coklat, Mbak. Jatuh cinta itu, menghanyutkan. Dan sederet definisi yang mereka fahami tentang cinta dan jatuh cinta.

Tapi kalau pertanyaan itu kuajukan pada para akhwat yang notabene aktivis dakwah? Jatuh cinta ya? Jawaban yang kudapat, cinta itu untuk Allah semata yang kemudian cinta seterusnya itu harus karena-Nya.

Begitu?

Kalau begitu ini aku punya kisah…

***

Kisah menundukkan pandangannya ketika dia lewat. Kisah menyingkir cepat-cepat dari jalan itu. Beristigfar berulang-ulang pada jantungnya yang berdegub gugup.

“Astagfirullah,” Kisah mengulangi Istigfarnya, berhenti untuk menenangkan perasaannya, mencengkram ujung jilbabnya. Dia menggeleng keras, “Ini tidak boleh.”

“Lagi-lagi hanya orang itu, kenapa harus orang itu?“ Kisah menatap arak-arakan awan di langit yang menampakkan matahari di atas langit fakultasnya, fajar sudah lewat, dan langit di atasnya sudah terang. Dia tidak berharap arak-arakan awan di angkasa itu akan menjawabnya. Kuliah sebentar lagi di mulai.

***

Kisah pertama kali melihatnya saat registrasi mahasiswa baru, di tempat pengisian formulir. Orang itu meminjam tipX-nya dan tidak pernah dikembalikan, mungkin sudah hilang, dan Kisah tidak pernah memintanya. Dua tahun yang lalu saat Kisah masih mahasiswa baru, pesona orang itu mulai menyitanya, hanya dia yang menyadarinya. Hanya dia yang menyadari kalau orang itu menyita perhatiannya.

Orang itu duduk di kursi paling depan, memperhatikan pemateri seminar dengan serius, sesekali dia mencatat sesuatu di blocknotenya, wajahnya teduh dan kharismatik, berjas almamater dan bersama rombongan berjas almamater seperti halnya Kisah. Berarti sama-sama mahasiswa baru di fakultas yang sama. Kisah bertanya-tanya pada kepalanya sendiri, dia jurusan apa, tapi pertanyaan itu dia telan sendiri hanya untuk dirinya.

***

Sejak kecil, Kisah sangat menyukai fajar yang menyingsing. Matahari yang menyembul pelan-pelan itu. Setelah shalat subuh di surau dekat rumah, dia dan teman-temannya duduk di pinggir dermaga dekat surau, senang menunggui fajar berlalu sampai memunculkan matahari yang terang. Setelah puas, jam tujuh pagi Kisah kecil dan teman-temannya baru kesekolah. Sampai sekarang, dia semester empat di perkuliahan, Kisah masih senang menunggui fajar sampai waktu shalat dhuha. Lalu berangkat kuliah.

Dia pernah ditanyai teman sekontrakannya tentang hobi uniknya ini, dia hanya tersenyum dan berkata, hobi masa kecil. Karena selepas tilawah usai shalat subuh, Kisah pasti bergegas menuju tempat jemuran kontrakan yang memiliki lubang besar untuk melihat langit. Disitulah kisah mengamati berlalunya fajar, hingga shalat dhuhanya.

***

Tiap kali ada seminar untuk mahasiswa baru, orang itu pasti ikut. Dia selalu duduk paling depan. Dengan wajah serius, tenang dan damai sangat menghargai pemateri seminar. Kisah bukannya memperhatikan materi seminar, dia malah menulis deskripsi tentang orang itu di lembar blocknotenya. Lak-laki dengan wajah damai paling terang sendiri di mata Kisah, paling beda sendiri di antara kumpulan mahasiswa baru lainnya. Laki-laki itu seolah sibuk dengan dunia dalam kepalanya. Dia tidak pernah menoleh kiri-kanan, matanya tajam dan fokus ke depan tapi, teduh.

“Ya, Mbak yang di pojokan bisa bantu saya?” seru Pemateri.

Kisah tersentak dari keasyikannya mencatat tentang orang itu.

“Hah, saya?” tanya Kisah memastikan.

“Ya, Anda.”

Dan Kisah pun menghentikan sesaat deskripsinya tentang orang itu.

***

Kisah adalah rekan Akhwat yang sangat tangguh, aku senang bekerja bersamanya dalam menghadapi agenda-agenda dakwah. Dia profesional. Ibadahnya pun kuat. Di saat aku sibuk mengunyah di hari Kamis, dia saat itu sedang Shaum, aku jadi malu. Di saat aku sedang nge-net di kesekretariatan, dia malah sedang Al-matsuratan di sampingku. Aku malu lagi. Pokoknya kalau ibadahku lagi drop, aku banyak malu deh kalo sama Kisah. Di saat aku sedang mimpi indah di tengah malam, dia pasti mengagetkanku dengan miscall ke HP-ku, biar bangun Qiyamullail. Dan yang paling identik dengan Kisah adalah: dia punya hobi unik, menunggui fajar hingga shalat dhuha. Anaknya romantis juga ya. Saat itu kutanyai dia, ”Ukh, kenapa senang menunggui fajar hingga shalat dhuha?”

Dia menjawab santai, ”Ukhty Shanti sayang, itu kebiasaan sejak kecil sama teman-teman sepermainan, gak tahu kenapa. Menunggu fajar membuat Kisah bisa memuhasabahi diri kali ya?”

Gak tahu, kan yang tahu alasannya kan Kisah, bukan aku.

***

Pertanyaan sederhana tentang orang itu, seperti jurusannya dan hal-hal sederhana lainnya terjawab sendiri ketika Kisah tahu orang itu seorganisasi dengannya. Kisah jadi sering menangisi hatinya di tiap Dzikirnya. Apakah dia telah menduakan Rabbnya.

***

Saat itu ada syuro membahas program acara salah satu departemen di organisasi, Kisah berargumen dan memberi masukan. Tapi setelah itu dia banyak diam. Terus diam sambil sesekali memurajaah hafalan surahnya, begitu terus sampai syuro berakhir.

***

Orang itu melintas di depan mushala fakultas. Kisah baru saja selesai shalat dhuha. Kisah melihatnya. Ada yang menjalar di hatinya, Kisah diam, hatinya rusak.

***

Di sekret, aku sedang menyelesaikan artikel untuk mading. Sedangkan Kisah sedang mengerjakan tugas kuliahnya di sampingku.

“Asssalamualaikum.” Suara seorang ikhwan dari balik hijab.

“Waalaikummussalam,” jawabku, sedangkan Kisah diam sambil sibuk menggaris-garis sesuatu di atas kalkir yang sama sekali tidak menarik bagiku.

“Ukhty, Kisahnya ada?” tanya Ikhwan itu.

Kisah diam saja, aku menoleh padanya. Dia gak denger ato gimana sih.

Aku mencoel lengan Kisah.

”Ukh, ada ikhwan yang nyari tuh,” bisikku.

“Tahu,” katanya datar.

“Trus?”

Dia menggeleng keras. Aneh, kamu kenapa Kisah?

Akhirnya aku yang berbicara dengan si Ikhwan.

”Ada apa, Akh? Nanti saya sampaikan ke Ukhty Kisah.”

Ternyata si ikhwan yang bertugas membuat Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) bermaksud menanyakan LPJan dari sie yang diamanahkan pada Kisah.

***

Dari jauh, orang itu terlihat, berjalan dengan tenang. Kisah buru-buru menyingkir, memutar jalan, mencari jalan lain dengan maksud agar tidak berpapasan dengannya.

***

Esoknya, Kisah menitipkan LPJannya ke aku.

“Ukhty Shanti, bisa minta tolong?”

“Apa?”

“Tolong berikan LPJan ini ke Akhi Fajar.”

“Kenapa gak kamu sendiri aja?”

Kisah menggeleng keras, wajahnya datar.

”Gak bisa.”

“Kamu ada urusan lain? Ato gimana?”

Kisah menggeleng keras lagi.

”Pokoknya gak bisa,” kata Kisah sambil berlalu begitu saja.

***

Kisah tidak berani masuk sekret, orang itu lalu-lalang di sekitar sekret. Sebentar lagi, SKI fakultas akan mengadakan acara besar, sehingga kesibukan akan sering tampak di sekitar sekret. Kisah menangis, menangisi hatinya yang rusak. Menangisi apakah cinta Allah masih pantas untuknya, sedangkan tiap kali orang itu melintas, hatinya tak kuat menahan perih karena mencintai orang itu diam-diam. Kisah beristigfar berkali-kali.

***

Orang-orang memanggilnya Kisah, lengkapnya Markisah Syahrani. Sekarang semester empat di Fakultas teknik, sefakultas denganku. Cuma beda jurusan, juga beda angkatan. Gadis manis berjilbab yang jilbabnya melebar seiring bertambahnya pemahamannya tentang aurat wanita dalam Islam. Aktif organisasi. Gadis yang aktif di rohis saat SMA, dan kini dia sama-sama denganku di organisasi keislaman fakultas. Suatu hari hari gadis ini datang padaku dengan terisak, air matanya mengalir. Dia menangis tanpa suara. Aku memeluk saudari seimanku ini, akutidak berani memastikan tangisnya, aku menenangkanya, menyuruhnya beristigfar. Setelah sedikit mendingan, kutanyai lembut, ”Ada apa, Ukhty?”

Dia kembali memelukku dan kembali menangis, dan dengan terbata-bata, ”Aku mencintainya, Ukhty, hatiku rusak.”

Aku biarkan dia menangis dalam pelukanku.

“Fajar, Ukhty. Fajar. Aku tidak bisa menunggui fajar menyingsing dan terangnya matahari lagi, tidak bisa Ukhty,” Kisah sesenggukan.

“Kau tahu? Karena kebiasaanku masa kecilku itu malah makin mengingatkan aku padanya, kenapa bisa kebetulan, Fajar.” Kisah terkoyak, seolah seluruh jiwanya menangis.

Aku menangis. Kisah makin tergugu.

“Kisah mencintai Fajar, Ukhty. Hati ini rusak, bantu Kisah untuk menatanya.”

Itu fitrah, tapi ah, hatimu pasti perih saudariku.

***

Kisah tidak pernah sekalipun berpartner dengan Fajar, tidak pernah sekalipun berinteraksi dengan ikhwan ini. Satu-satunya ikhwan yang tidak ada dalam phone book HP Kisah. Fajar juga bukan tipe ikhwan yang menonjol seperti Fatih, Bangun, ataupun Razak atau seperti Akhi Zumar, Dimas, Imam yang aktif di BEM dan Himpunan. Fajar adalah ikhwan yang biasa-biasa saja. Bersahaja, pembawaannya tenang namun ulet dan amanah, tipe orang di balik layar. Dia luput dari pengamatan siapa saja jika berada di tengah potensi ikhwan-ikhwan yang lain. Tapi tidak bagi Kisah, Fajar tidak pernah luput, dari awal, sejak dia dan Kisah sama-sama masuk universitas.

Kisah menyibukkan diri di banyak amanah, memperbanyak Dzikir, meningkatkan kualitas ibadahnya. Dia berharap dia tidak menunggui Fajar lagi. Tidak ada lagi melihat fajar menyingsing seusai subuh.

by;sketsa ines

Tidak ada komentar:

Posting Komentar