Sogi, anak laki-laki 6 tahun, baru bersekolah di kelas 1 SD. Sekolahnya Sogi sebenarnya sudah menyediakan kantin yang bersih dan sehat, tapi Sogi acapkali jajan di penjaja makanan di pinggir jalan depan sekolahnya. Aneka jajanan tersebut ditaruh ditempat yang relatif terbuka, lalat berterbangan disana-sini. Belum lagi ada got yang sering mampet karena banyak sampah dibuang disana, baunya merebak kemana-mana.
Sekarang Sogi tengah dirawat di rumah sakit karena Sogi terkena tifus. Bu Mike, ibunya Sogi membawa ke dokter sampai 2 kali karena sakitnya Sogi. Awalnya Sogi demam-demam biasa disertai batuk-batuk setelah dibawa ke dokter yang pertama demamnya Sogi belum juga turun. Malah sampai sudah lewat satu minggu, demamnya makin tinggi dan terus-menerus. Belakangan Sogi juga mengeluh mual sampai muntah. Ibunya segera membawa ke dokter disebuah RS yang ada fasilitas lab lengkap. Dokter memeriksakan darah Sogi dan ternyata hasil tes Widalnya menunjukkan Sogi terkena tifus. Karena Sogi muntah-muntah dan masukan cairan maupun masukan makanan jadi berkurang, dokter menganjurkan untuk dirawat. Selama dirawat Sogi di infus dan diberikan obat lewat suntikan diselang infus. Makannya nasi lembek diberikan sedikit-sedikit karena awalnya Sogi mual dan muntah.
Kasus Sogi bisa jadi juga dialami ibu-ibu yang lain. Anak-anak pada usia sekolah adalah kelompok yang beresiko terjangkit demam tifoid. Penyakit ini sebenarnya pada anak tidak menimbulkan gejala yang berat tapi bila tidak terdeteksi dan ditangani secara dini, maka demam tifoid dapat berkomplikasi yang membahayakan.
Apakah penyakit tifus sama dengan demam tifoid ?
Ya, masyarakat mengenal penyakit demam tifoid sebagai tifus saja, lengkapnya tifus abdominalis atau dikenal juga sebagai enteric fever. Penyakit ini masih endemis di negara berkembang seperti di Indonesia. Semakin maju sebuah negara biasanya higiene diri dan lingkungannya makin baik, sehingga kita jarang mendengar penyakit ini menyerang penduduk di negara yang sudah maju. Mereka terkena tifoid biasanya sehabis berwisata di negara seperti Indonesia, Muangtai, Vietnam dsb.
Apa kuman penyebab demam tifoid atau tifus ini ?
Kuman penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi. Kuman golongan salmonella ini umunya hanya menyebabkan infeksi lokal pada saluran cerna (enteritis), tapi pada S typhi ini kumannya invasif sampai menimbulkan infeksi sistemik (infeksi yang dapat menyebar kemana-mana melalui darah).
Pada anak-anak golongan umur mana yang sering terkena demam tifoid ?
Hampir 75% kasus menyerang usia di atas 5 tahun. Kenapa demikian? Besar kemungkinan karena pada golongan usia tersebut sudah mengenal kebiasaan jajan. Atau setidaknya pada usia tersebut anak cenderung ingin mencoba jajanan atau makanan yang dilihatnya.
Bagaimana cara penularannya dan berapa lama masa inkubasinya ? Penularannya melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi kuman. Kuman tersebut berasal dari tinja atau urine penderita demam tifoid atau mereka yang terinfeksi kuman tersebut. Bila dimengerti pada mereka yang tinggal di lingkungan dengan higiene buruk, penularan akan sering terjadi. Masa inkubasi penyakit antara 7-14 hari.
Gejala-gejala apa yang timbul pada anak yang menderita demam tifoid ? Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan bervariasi dan pada awal penyakit menyerupai flu-flu biasa atau flu like illness. Yang khas adalah demam tinggi dan terus menerus lebih dari 7 hari disertai gejala saluran cerna berupa muntah, diare atau sembelit atau kembung. Dapat juga timbul kesadaran yang menurun berupa anak yang delirium (gelisah). Pada anak yang lebih besar gejala klinis seperti orang dewasa : tampak toksik (seperti sakit yang berat), bradikardi relatif, dehidrasi, lidah tifoid (lidah kotor, coated tonque), roseola spot dan pembesaran hati maupun limfa. Roseola spot adalah bintik-bintik kemerahan pada kulit karena adanya emboli basil (kuman) dalam kapiler kulit, biasa ditemukan pada punggung dan anggota gerak. Bradikardi relatif adalah denyut jantung yang relatif tetap (tidak meningkat pada kenaikkan suhu, biasanya kenaikan suhu akan meningkatkan denyut jantung). Dikatakan lidah tifoid, bradikardi relatif dan roseola spot adalah khas pada demam tifoid.
Demam tifoid atau tifus dapat berkomplikasi menjadi berat, komplikasi apa saja yang dapat timbul ?
Komplikasi terjadi pada demam tifoid yang dapat ditangani dengan cepat dan tepat, atau kumannya sudah resisten atau kebal dengan obat yang biasa diberikan. Komplikasi di usus dapat berupa pendarahan. Peritonitis sampai perforasi (usus yang ’bocor’ atau ‘pecah’). Di luar usus dapat berupa ensefalopati, meningitis, hepatitis sampai miokarditis. Infeksi dapat melanjut menjadi chronic carier (pembawa) : orang seperti ini bagai reservoar kuman yang menjadi sumber penularan terus menerus bagi yang lain.
Pemeriksaan apa saja yang menunjang diagnosis demam tifoid ?
Pemeriksaan lab darah rutin dapat dijumpai keadaan lekopeni (jumlah lekosit yang menurun), limfositosis relatif, LED yang meninggi dan peningkatan SGOT/SGPT, pemeriksaan serologik yang sering dipakai adalah Tes Widal dengan mengukur kadar antigen O dan H kuman S thypi, positif bila titer antigen O>1/120 atau peningkatan titer 4 kali atau lebih titer akut. Pemeriksaan tes Widal sebaiknya dilakukan pada minggu ke 2-4. Sementara pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosa adalah biakan salmonella (gall cultur).
Bagaimana prinsip pengobatan demam tifoid pada anak ?
Prinsip pengobatan dibagi ada 3 hal : pengobatan suportif, medikamentosa dan operatif. Pengobatan suportif (penunjang) adalah pemberian cairan, diet dan elektrolit. Anak dengan demam dimotivasi minum yang banyak. Sementara anak yang dirawat dengan demam tifod tanpa komplikasi di usus tidak lagi diberikan bubur sarung, tapi dapat nasi lembek atau nasi biasa. Hanya saja makanan yang diberikan tidak boleh banyak mengandung serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. Bila anak muntah, anak harus dipasang infus untuk pemberian cairan dan elektrolit serta nutrisi cair bila diperlukan. Selanjutnya adalah pemberian obat-obatan yang bisa diberikan lewat oral atau suntikan. Obat-obatan tersebut adalah kloramfenikol dosis tinggi (100 mg/kgBB per hari) dengan alternatif seperti Tiamfenikol, Kotrimoksazol, Amoksilin, Seftriakson, Sefiksim dll. Kloramfenikol diberikan selama 10 hari, jadi walau anak sudah bebas demam, obat hendaknya tetap dilanjutkan. Bila tidak meminum obat sampai tuntas, dikhawatirkan kuman tidak seluruhnya terberantas dan mengakibatkan seseorang menjadi chronic carier (pembawa kuman).
Sementara itu tindakan operasi dilakukan bila sudah ada komplikasi perforasi usus apalagi disertai dengan gejala peritonitis (infeksi selaput perut).
Apakah anak dengan demam tifoid (tifus) harus dirawat ? Anak dengan demam tifoid tidak harus dirawat. Bila anak didiagnosa demam tifoid tapi anak masih mau makan/minum, tidak muntah, dan obat bisa diberikan lewat oral, maka anak cukup beristirahat di rumah. Anak dirawat bila anak muntah-muntah, menolak minum obat lewat oral (mulut) atau dicurigai sudah ada komplikasi seperti ensefalopati (penurunan kesadaran) atau ada perdarahan sampai perforasi usus.
Terakhir, bagaimana upaya pencegahan sehingga anak kita terhindar dari demam tifoid (tifus) ?
Seperti pencegahan penyakit infeksi lain yang ditularkan lewat makanan/minuman yang terkontaminasi, maka perbaikan higiene perorangan, higiene lingkungan dan pengasuhan anak adalah keniscayaan. Mulai dari kebiasaan cuci tangan, mengolah masakan dengan benar, selalu menutup makanan/minuman yang terhidang di meja, tidak membiasakan jajan sembarang tempat, buang air besar tidak di sembarang tempat, penyediaan air bersih sampai menerapkan kebiasaan hidup bersih pada pengasuh anak kita adalah beberapa contoh upaya pencegahan tersebut.
Selain hal diatas, pencegahan dilakukan lewat imunisasi tifoid, ada 2 macam vaksin : vaksin suntik vaksin orak. Suntikan (Typhim) diberikan pada usia 2 tahun dan diulang tiap 3 tahun. Vaksin minum atau oral (nama dagang : vivotif ) diberikan pada usia > 6 tahun, 3 dosis diberikan dengan interval selang sehari, diulang tiap 5 tahun.
sumber http://doktermuchlis.blogspot.com/2009/04/demam-tifoid-tifus-sogi-anak-laki-laki.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar