Aming, 6 tahun, sore itu datang ke IGD RS diantar oleh orang tuanya karena batuk-batuk sejak kemarin yang belum kunjung sembuh dan belakangan disertai sesak. Orang tuanya sudah memberikan obat batuk di rumah tapi belum ada perbaikan dan ketika timbul juga sesak maka orang tuanya ingat jangan-jangan asmanya kambuh (orang tuanya ingat Aming mengalami serangan asma terakhir pada 3 bulan lalu).
Dokter segera memeriksa Aming, laju nafasnya ketika dihitung 50 kali permenit, ketika bernafas mulai terlihat ada tarikan otot dada dan ketika diperiksa dadanya dengan stetoskop dokter mendengar suara mengi ‘ngik-ngik’ (wheezing) dan juga suara lendir. Segera saja Aming diberikan oksigen dan disiapkan pemberian obat lewat inhalasi (diuap istilah awam) dengan nebulizer. Setelah 2 kali pemberian inhalasi , Aming sudah jauh lebih enak dan tidak sesak lagi. Dokter kembali memeriksa sudah tidak lagi ada wheezing yang terdengar di paru Aming, frekuensi nafasnya pun kembali normal. Berbaring dengan satu bantal, sudah nyaman baginya, padahal sebelumnya dia butuh 3 buah bantal (posisi setengah duduk) untuk bisa berbaring.
Setelah diobservasi selama setengah jam, Aming diperbolehkan pulang dengan dibekali obat yang harus diminum selama masih ada batuk, 4 kali sehari (tiap 6 jam). Tidak lupa dokternya mengingatkan orang tua Aming untuk menghindarkan faktor pencetus asmanya. Belakangan diketahui ternyata Aming kemarin mendapat kue ulang tahun dari temannya seperti chiki, chitos, coklat, wafer dan permen. Aming yang selama ini memang diketahui menderita asma mempunyai faktor pencetus bila makan camilan yang mengandung MSG itu langsung batuk dan asmanya jadi kumat. Selain makanan camilan seperti itu, Aming juga diketahui sensitif dengan debu-debuan. Papanya Aming juga menderita asma sewaktu kecil dulu dan mamanya kalau dingin di pagi hari atau menghirup debu langsung bersin-bersin. Adiknya yang baru berusia 4 bulan dalam pengobatan ‘eksim susu’ (dermatitis atopik).
Orang tua Aming sudah melakukan penghindaran faktor pencetus di rumah sesuai nasehat dokter, tapi ketika di sekolah adakalanya orang tuanya kecolongan. Aming yang kedua orang tuanya bekerja, pergi dan pulang sekolah diantar pengasuhnya. Pengasuhnya Aming tak bisa berkutik ketika Aming memaksa memakan kue ulang tahun dari temannya.
Ilutrasi cerita diatas merupakan salah satu gambaran serangan asma pada anak dengan segala permasalahannya. Asma pada anak membutuhkan keterlibatan banyak fihak, sehingga anak tidak sering terpapar dengan alergen yang menjadi pencetus asma. Pengendalian faktor pencetus (avoidance) adalah langkah utama yang harus dilakukan oleh orang tua. Selama hal tsb tidak dilakukan, maka anak kerap mendapat serangan asma dan anak akan berulangkali berobat atau dirawat di rumah sakit.
Apakah asma merupakan penyakit yang sering menimpa anak ?
Ya, asma merupakan salah satu penyakit paru yang sering diderita oleh anak, selain infeksi saluran nafas akut dan tuberkulosis (tbc). Asma yang merupakan penyakit alergi saluran nafas pada umumnya dimulai sejak dari masa anak-anak. Asma dapat berakibat anak tidak masuk sekolah, terbatasnya kegiatan olahraga atau aktivitas bersama keluarga. Kecendurungan asma meningkat akhir-akhir ini diperkirakan karena meningkatnya industri dan pemilikan kendaraan bermotor yang berdampak pada tingginya polusi. Selain itu perubahan pola hidup termasuk pola makan/pola jajanan pada anak juga memberi andil.
Bagaimana definisi asma yang dianut sekarang ?
Kalangan dokter anak menggunakan definisi praktis : asma sebagai serangan batuk/sesak yang dapat disertai dengan mengi, di dunia internasional definisi yang dipakai sebagai berikut : wheezing (mengi) berulang atau batuk persisten (batuk lama, batuk berlanjut) dimana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan. Di Indonesia menurut buku Pedoman Nasional Asma Anak-Anak (2004) definisi asma adalah : wheezing (mengi, suara khas : ‘ngik-gik’) dan atau batuk dengan karateristik sebagai berikut : timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman, ada faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel (pulih kembali) baik secara spontan atau dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi (penyakit alergi) lain pada pasien ataupun pada keluarganya dimana sebab-sebab lain sudah disingkirkan. Definisi diatas memang cukup panjang uraiannya tetapi dapat memandu dokter anak menentukan seorang anak berpenyakit asma atau bukan.
Pengertian batuk kronik atau berulang adalah batuk yang berlangsung lebih dari 14 hari dan atau 3 atau lebih episode dalam 3 bulan berturut-turut.
Apakah yang terjadi pada asma anak ?
Asma adalah proses inflamasi atau proses imunologik (alergi) yang khas yang melibatkan otot dinding atau saluran nafas dan peningkatan reaktivitas saluran nafas (hiperaktivitas). Reaksi inflamasi tersebut akan mengakibatkan penyempitan dinding saluran nafas (dinding bronkus atau bronkiolus berkontraksi menyempit disertai penebalan otot) yang membuat saluran saluran udara terganggu (obstruksi). Kondisi ini diperberat lagi dengan hipereaktivitas pada dinding saluran nafas yang memproduksi sekret atau lendir (mukus) yang kental dan banyak.
Betulkah pada anak-anak, gejala batuk-batuk saja sudah merupakan gejala asma ?
Ya, memang demikian dan ini memang membedakan dengan asma pada orang dewasa! Pada anak-anak keluhan batuk-batuk lama atau berulang harus dipikirkan kemungkinan asma.Seperti definisi diatas, batuk lama atau berulang disertai dengan gambaran khas : hanya malam/dini hari (atau kalau malam batuknya lebih sering), pada musim tertentu saja, diketahui faktor pencetusnya, apalagi juga ada riwayat alergi lain pada dirinya dan keluarganya menuntun kita ke arah diagnosis asma. Bila dengan pengobatan bronkodilator (misal : salbutamol atau terbutalin dsb) serta kortikosteroid (prednison,metil prednison dsb) responnya baik, makin memperkuat diagnosis asma pada anak. Hanya saja selain memikirkan asma, pada anak dengan keluhan batuk lama atau berulang, jangan lupa untuk memikirkan kemungkinan tbc paru pada anak (orang tua mengenal sebagai penyakit ‘plek’ paru). Untuk itu diperlukan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, foto rontgen dada maupun tes tuberkulin (tes mantoux) untuk mencari kemungkinan tbc pada anak. Bisa saja pada akhirnya anak diketahui selain punya asma, juga penyakit tbc.
Bila anak datang dengan serangan gejala asma yang jelas seperti sesak disertai wheezing atau mengi (baik yang dapat didengar lewat stetoskop maupun tanpa stetoskop pada asma yang berat) dan respon dengan pengobatan asma baik, maka diagnosa asma sudah bisa ditegakkan tanpa perlu pemeriksaan diagnostik lebih lanjut.
Faktor-faktor pencetus apa saja yg dapat menimbulkan asma pada anak ?
Banyak hal yang dapat menjadi faktor pencetus asma pada anak. Mulai dari polusi, debu rumah, asap rokok, infeksi, asap obat nyamuk, makanan/minuman, hawa dingin, pergantian cuaca, bulu/serpihan kulit hewan tertentu, obat-obatan dan jangan lupa dengan faktor kelelahan. Faktor-faktor tersebut bersifat individual, artinya setiap anak punya sensitivitas sendiri-sendiri,. Ada anak yang asmanya dapat dicetuskan oleh debu rumah, asap rokok, terhirup bulu hewan tapi ada juga karena makanan atau minuman tertentu, karena pergantian cuaca atau mungkin karena kelelahan.
Dari semua faktor tadi faktor debu rumah adalah yang paling sering mencetuskan asma pada banyak anak. Sebenarnya bukan debu rumahnya yang menjadi faktor utama pencetus, tapi dalam debu rumah hamper selalu ada yang dinamakan tungau debu rumah. Tungau debu rumah inilah yang diketahui jadi faktor pencetus atau alergen utama anak yang asma.
Jadi bagaimana orang tua menyikapi faktor-faktor pencetus tadi ?
Pasien asma yang baru pertama kali datang ke seorang dokter anak, maka orang tuanya akan dibombardir berbagai pertanyaan oleh dokter tersebut. Dari mulai karakteristik mengi atau batuknya, riwayat batuk/menginya sampai keadaan tertentu yang membuat si anak mendapat serangan asma. Selalu dokter menanyakan faktor pencetus yang menimbulkan serangan sama pada anak dan biasanya orang tua dengan jeli menunjukkan faktor pencetus tersebut. Cukup sering orang tua yang berujar ‘wah dok anak saya kalau kena debu rumah langsung batuk dan sesak’ atau ‘ anak saya timbul asma kalau menghisap asap rokok atau asap obat nyamuk’. Atau banyak juga yang bilang ’ wah anak saya itu langsung batuk dan kumat asmanya kalau habis makan makanan camilan tertentu (seperti chiki, chitatoes, coklat, permen dsb) atau habis minum minuman dingin seperti teh botol atau fanta dingin.
Hampir semua orang tua dapat mengidentifikasi faktor pencetus anaknya dan karenanya orang tua harus berusaha menghindarinya.
Bisakah dokter memberikan tips praktis penghindaran faktor pencetus tadi?
Penghindaran faktor pencetus untuk mudahnya dibagi atas penghindaran zat-zat yang membuat alergi (alergen) antara lain :
a. Penghindaran alergen makanan/minuman : orang tua yang curiga jenis makanan tertentu sebagai faktor pencetus maka di anjurkan untuk menghindarkan makanan tersebut. Pada anak umur 3 tahun penyebab utamanya antara lain susu dan telur. Sementara pada anak yang lebih besar antara lain kacang-kacangan, buah, cokelat, ikan, telur dan juga makanan/jajanan yang mengandung MSG (vetsin) tinggi. Bila makanan tersebut merupakan makanan pokok, maka harus diganti dengan jenis makanan lain yang gizinya setara. Kesulitannya : terkadang orang tua tidak selalu mengontrol makanan atau jajanan anaknya. Temannya disekolah, tetangga atau kakek neneknya diam-diam memberikan makanan atau minuman yang jadi pencetus asmanya (yang sering pada anak adalah camilan spt chiki, chitos, potatos, mie remes, cokelat, permen, minuman dingin dsb).
b. Penghindaran alegen inhalan (hirupan) : debu rumah yang banyak mengandung tungau debu rumah merupakan faktor pencetus utama serangan asma. Selain debu rumah ada cukup banyak alergen hirup seperti : bulu binatang, kapuk, wol dan tepung sari bunga (terutama di negara yang mempunyai 4 musim). Oleh karenanya orang tua harus menghindari anak terpapar dengan debu dan bahan-bahan tersebut antara lain : menjauhi anak ketika rumah sedang disapu, rumah atau kamar yang sedang disapu langsung dipel basah/lampit yang menumpuk debu, mebel kursi tidak dengan bahan kain, bantal atau kasur tidak boleh dari bahan kapuk, mengganti sprei, selimut atau bungkus bantal secara berkala, mencuci korden paling tidak 2 minggu sekali, boneka mainan jangan terbuat dari kain dan selalu mengelap mainannya sehari-hari. Bila serpihan kulit atau bulu hewan tertentu (kucing, anjing, ayam, burung dll) diketahui sebagai faktor pencetus juga, maka keluarga sebaiknya tidak memelihara hewan tersebut.
c. Penghindaran bahan iritan (bahan kimia yang mengiritasi saluran nafas) : bahan iritan seperti semprot rambut, parfum, asap rokok, obat nyamuk, bahan kimia dan bermacam polutan dapat menjadi faktor pencetus juga. Untuk itu bagi orang tua yang merokok dianjurkan untuk berhenti merokok atau tidak merokok di dekat anak yang asma. Secara umum penghindaran terhadap bahan iritan yang cukup sering dirumah seperti asap obat nyamuk, asap dapur dsb harus dilakukan bila di rumah ada penderita asma. Adakalanya orang tua harus berpindah rumah karena rumah yang ditinggali selama ini persis di tepi jalan besar yang banyak debu dan polutan kendaraan bermotor.
d. Penghindaran infeksi virus : infeksi virus diketahui merupakan salah satu pencetus serangan asma. Oleh karenanya seorang penderita asma harus dijauhi dari yang sakit yang sehingga tidak tertular. Orang yang sedang sakitpun dianjurkan untuk tidak kontak dengan anak asma atau setidaknya menggunakan masker untuk mencegah penularan.
e. Penghindaran latihan fisk yang berat : pada anak yang asma dicetuskan oleh aktifitas yang berat (exercice induced asthma), maka orang tua dan guru harus pandai-pandai membatasi aktifitas anak. Dianjurkan pada anak asma yang akan melakukan aktifitas berat untuk melakukan pemanasan yang cukup dan pemberian obat sebelum latihan fisik. Selain faktor pencetus tadi ada beberapa keadaan yang memperberat keluhannya atau mencetuskan serangan asma seperti faktor musim (hujan, panas, pancaroba) dan faktor tempat (gunung, laut, sekolah, menginap ditempat lain dsb). Keadaan tersebut harus juga dipertimbangkan pada anak yang asma.
Apakah asma mempunyai pembagian derajat penyakit maupun derajat serangan asma ?
Ya di klinik, seorang dokter anak akan melakukan wawancara dan pemeriksaan untuk menentukan klasifikasi derajat penyakit. Berdasarkan parameter seperti frekuensi serangan, lama serangan, intensitas, gejala diantara 2 serangan, pemeriksaan fisis, kebutuhan obat pengendali dan uji fungsi paru maka asma dibagi menjadi 3 yaitu asma eposodik jarang, asma episodik sering dan asma persisten.
Selain klasifikasi derajat penyakit, anak yang datang ke RS dengan serangan asma dilakukan penilaian derajat serangan dengan melihat gambaran sesaknya, posisi baring, bicara, kesadarannya, menginya, frekuensi nafasnya, frekuensi nadinya dll. Dokter selanjutnya akan menilai derajat serangan, dapat berupa serangan asma ringan, sedang, berat dan ancaman berhenti nafas. Pembagian derajat penyakit asma menentukan pengobatan jangka panjang pasien. Sedangkan pembagian derajat serangan untuk menentukan pengobatan pada fase akut dimana pasien datang dibawa keluarganya untuk mencari pertolongan. Dengan melakukan penilaian klinis tersebut diharapkan anak yang asma dapat ditangani dengan cepat dan tepat terhindar dari kematian yang mengancam.
Apakah asma dapat berlanjut menjadi dewasa ?
Sebuah studi longutidinal (pengamatan jangka jangka) menunjukkan bahwa kurang lebih dari setengah dari pasien yang serangannya ringan dan jarang akan bebas asma pada masa pubertas atau usia dewasa. Tapi pada kelompok yang mendapat serangan asma sewaktu kecil sebagian besar akan menetap sampai dewasa. Anak dengan asma adakalanya membutuhkan pengobatan jangka lama untuk mengendalikan serangan asmanya disamping penghindaran faktor pencetus. Pada sebagian besar cukup dengan penghindaran faktor pencetus dan meminum obat selagi ada keluhan saja. Ini diberikan pada asma ringan atau asma episodik jarang yang salah atau kriterianya adalah frekuensi serangan asmanya jarang yaitu tiap 2 bulan atau lebih.
Bagaimana prinsip pengobatan asma pada anak ?
Pengobatan asma secara umum dibagi 2 yaitu pengobatan waktu serangan asma (akut) dan pengobatan jangka panjang.
Anak yang datang dengan serangan asma (dapat berupa batuk-batuk lama atau disertai mengi) diberikan obat golongan β2 agonis seperti salbutamol (nama dagang al : ventolin) atau terbutalin (nama dagang al : bricasma). Obat dapat diberikan dengan dihirup (inhalasi) atau per oral. Obat hirup dapat diberi lewat obat hirupan (inhaler) atau memakai alat nebulizer, orang tua mengenalnya sebagai terapi uap (‘diuap’) atau ‘diasapi’. Obat-obat tersebut berfungsi untuk melonggarkan saluran nafas dan memperbaiki pengeluaran mukus (lendir). Selain obat β2 agonis dapat juga diberikan obat golongan xantin seperti teofilin atau aminofillin. Pada asma serangan ringan dengan inhalasi 1x saja sudah membantu, selanjutnya dokter membekali pula dengan kedua obat tersebut ditambah dengan pengencer dahak seperti bromheksin (nama dagang al : bisolvon, mucosolvan dsb) dan steroid dosis rendah yang diberikan dalam racikan atau obat sirup. Tetapi pada serangan asma yang lebih berat selain dilakukan inhalasi dengan obat β2 agonis tiap 2 – 4 jam, diberikan juga suntikan steroid (dexametason, hidrokortison dsb) dan aminofilin yang diberikan lewat suntikan atau drip lewat infus. Anak harus dirawat disertai pemberian oksigen sampai sesaknya hilang.
Selain pengobatan pada waktu serangan (akut), anak asma sesuai kategori derajat penyakit akan ditentukan apakah butuh obat jangka panjang. Anak dengan asma episodik jarang (ringan) cukup dengan obat pereda (dikenal sebagai obat reliever) yang ada, obat diminum bila ada gejala saja. Pada asma episodik sering (salah satu kriterianya : serangan asma lebih dari 1 x tiap bulannya), maka dokter anak mempertimbangkan untuk pemberian obat β2 agonis hirupan (inhaler) sebagai controller. Bila ada kecenderungan memberat, diindikasikan untuk pemberian inhaler sreroid dosis rendah (budesonid,flutikason). Sementara pada asma yang berat atau asma persisten dimana salah satu kriterianya antara lain : serangan asmanya sering dan barat, selalu ada mengi, keluhan sepanjang tahun dan tidur maupun aktivitas sehari-hari terganggu hampir dipastikan anak membutuhkan steroid inhalasi (budesonid) yang dipakai setiap hari. Kadangkala ditambahkan obat lain bila dengan steroid inhalasi dengan dosis tnggi belum juga membantu.
Kendala dalam penggunaan inhaler (metered dose inhaler) pada anak adalah tidak setiap anak mahir menggunakan alat tersebut. Untuk itu adakalanya dibutuhkan tambahan alat untuk mensiasatinya misalnya dengan penggunaan spacer. Orang tua bisa juga memakai alat nebulisasi (nebulizer) untuk memberikan terapi inhalasi dimana anak dapat menghirup dengan gampang obat lewat alat tsb tanpa manuver khusus. Sayangnya tidak semua obat asma tersebut tersedia dalam bentuk cairan atau larutan yang diperlukan oleh alat nebulizer tersebut.
Apakah berenang atau menghirup udara laut dipagi hari membantu penyembuhan asma ?
Tergantung setiap anak, bila yang bersangkutan hanya diketahui sensitif dengan debu atau makanan tertentu saja, menghirup udara laut di pagi hari atau berenang boleh-boleh saja untuk kebugaran tubuhnya. Selain itu berenang dianjurkan karena dengan berenang otot-otot pernafasan menjadi terlatih, sehingga waktu serangan asma ia dapat menggunakan otot-otot tersebut seefektif mungkin. Tapi kalau diketahui asmanya menjadi lebih berat karena cuaca/suhu dingin maka membawa anak ke pantai pada pagi hari yang dingin atau berenang sepuasnya membuat keluhan asmanya menjadi berat atau tercetus serangan asmanya.
Selain pengobatan tadi, apa lagi yang penting harus diketahui orang tua ?
Tugas dokter anak adalah melakukan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) sehingga keluarga memahami penanganan asma tidak hanya mengobati pada waktu ada serangan atau keluhan saja. Hal yang terpenting adalah pendidikan pada keluarga seperti cara minum/pemakaian/dosis obat yang dianjurkan dan penghindaran faktor pencetus.
Sering kali dokter memberikan obat yang harus diminum selama anak masih batuk setiap 6 jam agar kadar obat merata sepanjang hari, tapi orang tua seringkali tidak bisa memberikan obat pada waktu tengah malam dengan alasan anak sudah tidur atau orang tua yang enggan bangun tengah malam. Selain itu anak maupun orang tidak tahu cara penggunaan inhaler dengan benar. Pada orang tua yang menggunakan nebulizer, bisa saja orang tua memberikan dosis yang kurang atau lebih. Karenanya orang tua penderita asma jangan sungkan untuk berkomunikasi dengan dokternya.
Last but not least adalah penghindaran faktor pencetus (avoidance). Ketidakmampuan menghindarkan faktor pencetus adalah salah satu yang membuat anak dengan keluhan asma atau batuk yang lama dan membuat orang tua sering berganti dokter dengan alasan batuk atau asmanya tidak sembuh-sembuh. Seandainya obat sudah digunakan dengan benar dan penghindaran faktor pencetus sudah maksimal dilakukan tapi belum ada perbaikan juga, maka pikirkan adanya faktor yang mempersulit penyembuhan seperti sinusitis atau rhinitis pada anak.
Alhasil memang penanganan asma pada anak membutuhkan kerjasama antara dokter dan orang tua dan ketelatenan dan kesabaran keluarga.
Ingat : Asma tidak langsung bisa di sembuhkan, tapi dia dapat dikendalikan. Semoga anak kita dapat selalu bernafas dengan lega dan menghirup oksigen sesukanya!
sumber http://doktermuchlis.blogspot.com/2009/05/asma-bengek-atau-batuk-alergi-pada-anak.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar